Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Benarkah Investasi BP Jamsostek Bermasalah?

29 Januari 2021   10:43 Diperbarui: 10 Maret 2021   16:56 8205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Laporan Tahunan BP Jamsostek 2018

versi pendek dan revisi tulisan ini dimuat di kolom Opini, Bisnis Indonesia, 9 Maret 2021, dengan judul "Investasi BP Jamsostek". 

  #   #   #   #

Peristiwa kerugian dan kebangkrutan Jiwasraya menjadi momok bagi semua investor. Ternyata, BUMN juga bisa bangkrut dan tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lebih mengejutkan lagi karena perusahaan keuangan, seperti asuransi, diatur dan diawasi oleh regulator dengan ketat, diantaranya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan BUMN juga diawasi oleh Kementerian BUMN, Kementerian terkait lain, BPK, dan BPKP.

Karena itu, dugaan korupsi di BP Jamsostek menjadi momok baru yang jauh lebih besar. Pertama, karena menyangkut jumlah orang yang lebih banyak, lebih dari 50 juta peserta, yaitu para pekerja yang mayoritas penghasilannya terbatas. Kedua, dana kelolaan lembaga investasi publik yang jauh lebih besar (terbesar tepatnya) yaitu: Rp486 triliun (Des 2020). Bandingkan dengan investasi dana publik terbesar lainnya yaitu: TASPEN (Rp 263 triliun per akhir 2019) dan BPKH (Rp 143 triliun per akhir 2020).

       The Five P’s of Investment

Evaluasi tata kelola investasi secara integral harus melihat: apa konsep investasi yang diadopsi (Philosophy), bagaimana proses investasi (Process), siapa yang mengelola (People), struktur portofolio yang terbentuk (Portfolio), dan kinerja portofolio investasi (Performance). Lima aspek evaluasi tata kelola investasi ini dikenal sebagai “5P dari Investasi” (The Five P’s of Investment).

Secara sederhana, maka Portofolio dianggap sebagai refleksi dari 3P pertama (Philosophy, Process, dan People). Sedangkan P ke-lima (performance) adalah hasil yang selaras dari Portfolio (dan dinamika pasar jangka pendek bila dievaluasi tahunan).

Sebagai seorang praktisi pasar modal, khususnya bidang Manajer Investasi dan juga seorang peserta BP Jamsostek, saya menjadi tertarik untuk menganalisa tata kelola investasi BP Jamsostek. Tulisan ini juga menjadi pelengkap analisa saya terkait berbagai manipulasi industri pasar modal kita.

Untuk Analisa, akan menggunakan data dari berita dan situs reksadana seperti bareksa.com. Analisa kondisi portofolio BP Jamsostek menggunakan data Laporan Tahunan 2018. Hal ini dikarenakan data terbaru yang ada di situs BP Jamsostek memang 2018 (https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/laporan-tahunan.html ) (data2 periode sebelumnya tersedia sampai tahun 2006).

Dengan demikian siapa pun yang ingin melakukan analisa serupa, dengan mudah mendapatkan data publik ini.

Kita lihat secara singkat dari 3 aspek:

  • Alokasi Aset
  • Underlying Instrumen (Manajer Investasi dan Jenis Saham) dan Strukturnya.
  • Kinerja Investasi (imbal hasil).

             Alokasi Aset

Dari alokasi aset, investasi pada produk perbankan (giro, tabungan, dan deposito), obligasi (Surat Berharga Negara, Obligasi BUMN, dan obligasi Swasta layak investasi), dan reksadana dengan portofolio deposito dan obligasi dianggap sebagai investasi konservatif dengan risiko minimal.

Sedangkan investasi saham, reksadana saham, dan investasi langsung, dianggap investasi agresif dengan risiko tinggi.

Secara umum penulis biasa membagi 3 kategori alokasi aset:

  • Konservatif, dengan porsi aset berisiko tinggi tidak lebih dari 30% portofolio.
  • Moderat, dengan porsi aset berisiko tinggi sekitar 31%-60% portofolio.
  • Agresif, dengan porsi aset berisiko tinggi diatas 60% portofolio.

Sesuai siaran pers BPJamsostek, dinyatakan dinyatakan total dana kelolaan per akhir 2020 adalah Rp486,4 triliun. sedangkan alokasi aset investasi per akhir 2020 adalah: 64% pada surat utang, 17% saham, 10% deposito, 8% reksadana, dan investasi langsung sebesar 1%. Mayoritas investasi reksadana BP Jamsostek sendiri adalah reksadana dengan portofolio saham.

Tabel 1. Dana Kelolaan dan Alokasi Aset Investasi BP Jamsostek 

Dengan demikian, porsi investasi BP Jamsostek terdiri dari 74% aset berisiko rendah (64% Surat Utang + 10% deposito) dan 26% aset berisiko tinggi (17% saham + 8%reksadana +1% investasi langsung).

Jadi alokasi aset BP Jamsostek sangat konservatif. Alokasi Surat Utang BP Jamsostek mayoritas juga di Surat Utang Negara (baik konvensional dan sukuk) dan Surat Utang BUMN. Dengan demikian, strategi alokasi aset BP Jamsostek lebih berorientasi pada keamanan modal investasi (capital preservation) daripada untuk pertumbuhan investasi dari kenaikan harga-harga aset (capital appreciation).

Alokasi aset BP Jamsostek juga sangat likuid. Selain likuiditas dari 10% dari deposito (Rp48,6 triliun), Surat Berharga Negara, khususnya tenor pendek (1-5 tahun) sangat likuid dan mudah diperjualbelikan dengan risiko harga minimal.

Pola investasi BP Jamsostek bila dilihat pada laporan tahunan sebelumnya juga tertata dengan baik, yaitu: alokasi aset yang stabil antara deposito, obligasi, saham dan reksa dana saham. Variasi alokasi aset antar tahun sepertinya mirip dengan dinamika pasar dan Alokasi Aset Taktis.

Catatan penting, pada 2006, porsi deposito masih sangat besar, sekitar 48%. Sejalan penurunan suku bunga, porsi Deposito turun ke 31% di 2011 dan menjadi 10-12% sejak 2017.

Pada saat bersamaan, BP Jamsostek meningkatkan porsi investasi pada Surat Utang, yang umumnya di dominasi SBN dan Obligasi BUMN, naik dari 36% pada 2006, menjadi 45% di 2011, dan menjadi 64% pada akhir 2020. Ini indikasi upaya meningkatkan imbal hasil investasi (dari deposito bunga rendah ke obligasi kupon lebih tinggi) dengan tetap bersikap konservatif (hati2 dan mengutamakan keamanan).

Bandingkan alokasi aset BP Jamsostek dengan alokasi aset PT Jiwasraya akhir tahun 2017. Saat itu total aset Jiwasraya sekitar Rp45,7 triliun. Aset tersebut, sebagian besar diinvestasikan di reksa dana (dengan portofolio saham), saham, dan properti masing-masing: Rp19,17 triliun (43%), Rp6,63 triliun (15%), dan Rp6,55 triliun (14%). Jadi sebagian besar investasi Jiwasraya (72%) dalam kategori berisiko tinggi, sangat fluktuatif (saham dan reksa dana saham), dan tidak likuid (properti).

Kesimpulan pertama: strategi alokasi aset BP Jamsostek sangat konservatif kontras dengan PT Jiwasraya yang sangat agresif (=ugal-ugalan, tanpa pola yang jelas)

               Underlying Instrumen (MI dan Jenis Saham) dan Strukturnya

Untuk underlying instrumen, perlu dilihat kekuatan fundamental instrumen dan diversifikasinya.Analisa reksa dana terdiri dari: analisa mitra Manajer Investasi (MI) dan analisa portofolio reksa dana.

Untuk analisa MI dan portofolio saham, akan digunakan data dari Laporan Tahunan BP Jamsostek 2018. Kami menggunakan data program Jaminan Hari Tua (JHT), sebagai program BP Jamsostek dengan aset terbesar, Rp 279 triliun (76% dana investasi BP Jamsostek saat itu) dan investasinya juga lebih banyak porsi saham dibandingkan program lain (Program Jaminan Pensiun (JPN), Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Program Jaminan Kematian (JKM).

Di tahun 2018, mitra MI BP Jamsostek ada 16 MI ternama dengan dana kelolaan reksa dana semua diatas Rp 5 triliun (minimal Rp8,3 triliun, terbesar Rp44 triliun), terdiri dari: 4 MI BUMN, 4 MI asing, dan 8 MI swasta nasional. Penempatan di masing-masing MI juga terdistribusi dengan baik. Misal menggunakan indikator rasio nilai reksa dana BP Jamsostek terhadap total dana kelolaan total MI, 14 MI kurang dari 20% (hanya ada dua MI yang rasio ini mencapai 20% dan 24%). (sumber data MI: https://www.bareksa.com/id/data/reksadana/mi )

Tabel 2. Investasi BP Jamsostek di Reksa Dana 2018

sumber: Laporan Tahunan BP Jamsostek 2018
sumber: Laporan Tahunan BP Jamsostek 2018

Kontras dengan penempatan Jiwasraya di 13 MI yang hanya 3 MI memiliki dana kelolaan diatas Rp5 Triliun (terbesar Rp21 Triliun), 7 MI memiliki dana kelolaan antara 1-5 triliun, dan 3 MI memiliki dana kelolaan kurang dari Rp1 triliun.

Porsi penempatan Jiwasraya dibandingkan total dana kelolaan MI tersebut: 2 diantaranya mencapai 90%, 7MI antara 40-65%, dan hanya tiga MI yang kurang dari 10%.

Underlying saham milik BPJamsostek, baik di reksa dana maupun dimiliki langsung, umumnya anggota dari indeks LQ45 dengan prioritas pada saham-saham kapitalisasi paling besar dan likuid seperti: ASII BBCA BBRI BMRI BBNI ICBP INDF INTP JSMR KLBF PGAS PTBA SMGR TLKM UNTR UNVR dan BUMN Karya. Bila ada saham di luar LQ45, biasanya saham yang pada periode sebelumnya masuk dalam LQ45 dan saham BUMN besar (GIAA, KRAS, dan TINS). Beberapa reksa dana BP Jamsostek juga reksa dana indeks (IDX30 atau LQ45) dan ETF Big Cap.

Tabel 3. Investasi BP Jamsostek di Saham 2018

sumber: Laporan Tahunan BP Jamsostek 2018
sumber: Laporan Tahunan BP Jamsostek 2018
Diversifikasi portofolio saham juga sangat proporsional dengan dinamika indeks LQ45. Saham dengan kapitalisasi terbesar pun, seperti ASII dan TLKM alokasi investasi hanya 3,3% portofolio dalam kepemilikan langsung saham. Diversifikasi yang sama berlaku di reksa dana indeks (sesuai porsi di indeks) dan reksa dana biasa (maksimum kepemilikan 10% per emiten).

Sedangkan saham-saham yang dimiliki Jiwasraya umumnya saham-saham kapitalisasi kecil yang tidak likuid dengan kinerja bisnis yang jelek (banyak merugi). Misal: ARTI, ENRG, LCGP (Rp118 miliar), MTFN (Rp58 miliar), MYRX, PADI (Rp42miliar), RIMO, SUGI (RP318 miliar), TRIO (Rp450 miliar) (Laporan Keuangan Jiwasraya 2015). Bila ada saham BUMN, cenderung saham BUMN dengan kapitalisasi kecil, seperti Semen Baturaja (SMBR) dan PT PP Properti (PPRO). Di dalam reksa dana yang dimiliki Jiwasraya, saham-saham yang dimiliki juga sangat aneh, seperti: BTEK, JGLE, SMRU, CNKO, IIKP, KBRI, MTFN, POLA, SIMA, SMRU, SUGI, TRAM dan TMPI.

Kesimpulan kedua: BP Jamsostek dalam berinvestasi reksa dana memilih mitra MI yang terbaik dengan skala dana kelolaan besar. BP Jamsostek dalam berinvestasi saham juga fokus pada saham-saham terbaik dalam LQ45, hanya sedikit saham non-LQ45 (baik krn dikeluarkan dari indeks oleh BEI atau karena saham BUMN). BP Jamsostek juga melakukan diversifikasi yang sangat konservatif dalam investasi per MI dan per emiten saham.

            Kinerja Investasi (Imbal Hasil)

Dalam siaran pers disebutkan “Yield on Investment (YOI) 2020 sebesar 7,38%.” Tingkat imbal hasil ini relatif tinggi mengingat: suku bunga perbankan rata-rata sepanjang 2020 yang rendah (berkisar 5,6%-6,8% untuk tenor 3-bulan dan 12-bulan) dan IHSG terkoreksi 5%. Satu2-nya penjelasan imbal hasil yang tinggi adalah mayoritas investasi BP Jamsostek di surat utang, khususnya Surat Utang Negara, yang pada tahun 2020 IBPA INDOBeX Government Total Return naik 14,8%.

Tabel 4. Imbal Hasil Investasi BP Jamsostek & Suku Bunga Perbankan

sumber: Siaran Pers BP Jamsostek dan Bank Indonesia
sumber: Siaran Pers BP Jamsostek dan Bank Indonesia
Karena porsi saham BP Jamsostek relatif kecil (kurang dari 30% portofolio), porsi obligasi yang besar (dan divaluasi pada harga beli sebagai posisi Hold to Maturity), dan optimisasi investasi dengan mengurangi deposito ke obligasi, maka BP Jamsostek dapat memperoleh “yield on investment” yang relatif tinggi dengan mempertahankan keamanan investasi sehingga return tahunan stabil.

Tren penurunan imbal hasil investasi BP Jamsostek juga dapat difahami sejalan dengan menurunnya tingkat suku bunga, khususnya suku bunga jangka panjang (12-bulan).

Kesimpulan ketiga: kinerja imbal hasil investasi BP Jamsostek sesuai dengan alokasi aset portofolio (yang mayoritas di SBN dan obligasi) dan dinamika pasar.

            Kesimpulan dan Rekomendasi

Melihat tata kelola investasi BP Jamsostek, dari alokasi aset, underlying mitra investasi dan instrumen investasi, serta kinerja yang konsisten, kami meyakini tata kelola investasi BP Jamsostek sangat bagus dan aman.

Tata kelola investasi BP Jamsostek sangat berbeda dengan PT Jiwasraya, PT Asabri, atau kasus-kasus investasi dana BUMN lain yang pernah kami temui.

Perubahan alokasi aset utama yang dilakukan (mengurangi deposito dan memperbanyak obligasi dengan memperpanjang tenor investasi) juga sudah menjadi tema investasi kami bagi institusi besar publik seperti BP Jamsostek dan dana pensiun lain dalam periode 2008-2018.

Lihat misalnya opini kami:

Dengan porsi investasi saham BP Jamsostek akhir 2019 sekitar 28,4% (saham langsung 19,1% + reksadana saham 9,3%), maka nilai investasi sahamnya sekitar Rp122,8 triliun pada awal 2020.

Mengingat IHSG koreksi sekitar 35% pada akhir Maret 2020, maka potensi kerugian porsi saham saat itu (30 Maret 2020) mencapai Rp43 triliun. Sejalan dengan pemulihan IHSG dan bila dilakukan average cost down sebagai tactical asset allocation untuk mendapatkan risk premium on volatility, value premium, dan illiquidity premium, maka diperkirakan BP Jamsostek sudah dapat memperoleh return positif dari posisi saham itu pada Januari 2021 ketika IHSG mencapai 6400 (minimal mengurangi kerugian. Dan paling tidak itu pengalaman penulis dan beberapa teman yg “nekad” selama koreksi Maret-April 2020).

Mengingat saat ini imbal hasil obligasi, khususnya Surat Utang Negara sangat rendah, (lihat catatan kami “Investasi Surat Utang Negara di Masa Resesi”, Bisnis Indonesia, 2 Desember 2020) sementara valuasi saham berkualitas bagus masih banyak yang murah, maka untuk meningkatkan potensi return dimasa mendatang akan lebih baik bila investor jangka panjang seperti BP Jamsostek meningkatkan alokasi saham mendekati 35% dari portofolio.

Untuk meningkatkan transparansi tata kelola investasi BP Jamsostek namun tetap menjaga kerahasiaan strategi investasi, BP Jamsostek harus melaporkan secara berkala dan tepat waktu rangkuman posisi portofolio dengan jeda waktu minimal 6 bulan. Misal, saat ini idealnya BP Jamsostek sudah bisa memperlihatkan dengan lengakap: daftar mitra Manajer Investasi, top holding saham, dan top holding obligasi per Juni 2020 (data terakhir yang ada di situs BP Jamsostek, Desember 2018).

Di sisi lain, sebagai regulator dan penengah antara investor dan MI, sudah saatnya OJK kembali menfasilitasi informasi reksa dana publik sehingga investor awam dapat memantau alokasi aset per reksa dana dan top holding (5 atau 10 instrumen teratas) dengan jeda waktu 3 atau 6 bulan (ini juga kebiasaan regulator finansial global). Transparansi ini dulu dilakukan oleh Bapepam-LK. Sayang sejak perbaikan sistem di tahun 2008 akhir, sistem informasi reksa dana ini menjadi minim informasi untuk publik (Detik, "Bapepam Didesak Aktifkan Sistem Informasi Reksa Dana", 2 Maret 2010).

Semoga penyidikan oleh Kejaksaan Agung akan meningkatkan kualitas investasi BP Jamsostek dimasa mendatang. Dan semoga semua lembaga pengawas publik, spt OJK, KPK, BPK, dan BPKP, dapat terus menjadikan BP Jamsostek sebagai salah satu Lembaga investasi publik yang baik dan dapat menjadi contoh bagi lembaga-lembaga lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun