Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Binar Mata Ayah

7 Mei 2020   22:36 Diperbarui: 7 Mei 2020   22:43 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hafa tersenyum sendiri melihat Arumi sudah tertidur. Wajah Arumi seperti anak kecil saat tidur. Tangan kanannya menggenggam ujung batal yang terbuat dari kapuk. Sampai seumuran sekarang. Hafa memasangkan selimut untuk Arumi dengan sangat hati-hati. Dia tak pernah tahu, kenapa mereka begitu terikat.

Hafa mengambil Rosarionya. Duduk di sudut tempat tidur. Menggulirkan butir demi butir Rosario. Bercerita pada Tuhannya tentang apa yang terjadi sepanjang hari ini. Air matanya tumpah ketika menghadap penciptanya. Dia kehilangan lisannya. Hanya air mata yang deras berlomba turun.

Alarm hp membangunkan Hafa. Dia melihat Arumi yang masih pulas tertidur. Dia kembali mengambil Rosarionya. Hafa memang di didik dengan agama yang kuat oleh orang tuanya. Bahkan pernah bercita-cita menjadi biarawati. Hanya ayahnya tak mengijinkan. Alasannya karna Hafa adalah anak perempuan satu-satunya.

"Mi, sudah adzan. Kamu nggak sholat subuh, Mi?" Hafa membangunkan Arumi dengan lembut.

"Nggak, Fa. Lagi bulanan." Arumi menarik selimutnya kembali. Seolah belum sadar dimana dia tidur.

Hafa bergegas ke dapur. Di sana berjejer rapi kompor-kompor milik seluruh anak kost yang tinggal di sana. Ada kulkas dan meja makan yang disediakan pemilik kost untuk dipakai bersama. Mereka saling jaga dan bisa dipercaya. Selama Hafa tinggal di sana, dia tak pernah kehilangan apa pun, termasuk bumbu dapur miliknya. Hubungan mereka sangat baik.

Hafa menyiapkan ikan sarden untuk sarapannya dengan Arumi. Hanya itu yang dia punya. Hari libur begini, biasanya Hafa pergi ke pasar untuk stok bahan makanan selama seminggu. Tapi sekarang, tak ada lagi bedanya hari libur atau hari kerja.

"Mi, sarapan yok. Matahari sudah tinggi, Mi." Hafa membangunkan Arumi.

"Ya ampun, Fa. Kamu kenapa nggak bangunin aku?" Arumi terkejut melihat jam di layar hp nya.

"Dari subuh sudah aku bangunin, Mi. Tapi tidur kamu nyenyak sekali. Seperti bayi."

Arumi bergegas cuci muka. Aroma masakan Hafa membuat cacing dalam perutnya berguncang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun