"Oh gak perlu, Mbak. Enteng kok ini," sahutku sambil mengangkat tangan sebagai isyarat.
"Baik, Pak. Oh ya, satu lagi, ..."
 Aku terdiam. Dia juga sepertinya ragu meneruskan ucapannya.
"Bagaimana, Mbak?"
"Pak, benar-benar gak ingat sama saya ya?" kali ini ada sinar yang lain dari wajahnya.
Aku mengernyitkan kening. Jangan-jangan dia benar-benar Jelita...
"Jelita ya?"
Resepsionis mengangguk lalu tertawa renyah. Aku mengurungkan langkah dan kembali ke depan meja counter.
"Kamu beneran Jelita?" tanyaku masih tidak percaya.
"Iya, Roy."
Kali ini tidak pakai "pak" lagi, pertanda sekat-sekat kaku di antara kami sudah cair.
"Terus Raya ini siapa?"
Dia tertawa lagi. "Namaku kan Jelita Soraya, Roy, masa lupa sih. Dari kuliah dulu teman-teman lebih sering panggil Raya, jadinya ya keterusan sampai sekarang."