"Bono, Sorry mengganggu. Ini masih rapat ya?" suara Asmuni terdengar.
Hah, Asmuni? Sial! Bono memaki dirinya sendiri dalam hati. Dia lupa sekali memberi kabar pada kawannya yang satu itu. Dia pun segera menegakkan posisi duduknya dan mengatur kembali intonasi suaranya.
"Baru aja selesai, Bro. Wah, rapatnya alot sekali. Eh, saya telepon tiga menit lagi ya. Ditunggu, Bro,"
"Oke, siap, siap,"
Telepon terputus. Jantung Asmuni semakin berdebar-debar. Sementara itu, Bono meneguk air putih dalam gelas besar yang diletakkan di atas meja rias sambil memikirkan kata-kata yang akan disampaikannya. Setelah menemukan rangkaian kata yang tepat, dia pun kembali melakukan panggilan ke nomor Asmuni
"Bagaimana jadinya, Bro?" tanya Asmuni di ujung telepon.
Bono mengembuskan napas panjang dengan berat. "Well, mohon maaf sebesar-besarnya, Bro. Saya dan teman-teman sudah berjuang sekuat-kuatnya. Pada akhirnya Ibu Ketum lebih condong ke suara yang kontra. Jadi... kamu tidak jadi diusung partai. Sekali lagi, mohon maaf."
Kini giliran Asmuni yang mengembuskan napas panjang dan berat. "Jadinya siapa yang akan diusung partai?" tanyanya lagi.
"Sudah ada beberapa kandidat, tapi belum ada yang definitif. Masih akan diputuskan lebih lanjut dalam satu atau dua hari ini. Pembahasan nama kamu yang memang benar-benar menyita agenda pembahasan malam ini, Bro," sahut Bono. "Partai akan merilis informasi resminya segera."
"Baiklah, Bro. Terima kasih banyak ya informasinya."
"Siap. Selamat beristirahat, Bro,"