Di ujung malam, Bapak Menteri Urusan Komunikasi sedang bermimpi buruk. Dia dikejar-kejar monster yang mengerikan. Monster itu memiliki rupa seperti gorila dengan belasan mata merah mengerikan memenuhi seluruh wajahnya. Ekornya yang panjang berputar-putar di udara seiring hentakan kaki-kakinya saat mengejar sosok Pak Menteri.
Pak Menteri berlari kencang. Tapi secepat apapun dia berlari, monster itu selalu bisa mengejarnya. Mendaki bukit, menuruni lembah, menyembunyikan diri di antara rimbunnya pepohonan, tidak banyak membantu karena monster itu selalu bisa menemukan dan menyusulnya.
Akhirnya setelah berlari sekian lama, Pak Menteri menyerah. Dia sudah kehabisan napas, kehabisan tenaga dan duduk ketakutan bercampur pasrah di kaki tebing bebatuan. Monster itu kini berdiri dengan jarak sangat dekat dengannya. Saking dekatnya, Pak Menteri bisa merasakan tarikan dan embusan napas monster mengerikan itu.
Si monster mengamati Pak Menteri lekat-lekat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Napasnya memburu karena kegirangan melihat mangsanya sudah tidak berdaya di depan mata.
"Ja... jangan! Jangan makan saya, Tuan Monster," pinta Pak Menteri dengan suara serak karena putus asa.
"Hah? Tuan Monster!? Namaku Ransomware, Pak Tua! Hahahaha," seru si monster. Suaranya berat dan lantang.
Pak Menteri terkejut. Ternyata monster itu bisa bicara seperti manusia. Tapi yang lebih membuatnya terkejut adalah nama monster itu. Saking terkejutnya, Pak Menteri lalu jatuh tidak sadarkan diri.
Saat terbaring di tanah, dia kembali bermimpi. Di dalam mimpinya dia berada di bawah bulan purnama, dikelilingi padang sabana yang luas.
"Mau ke mana, Pak Tua? Hehehehe!"
Monster mengerikan tadi tahu-tahu muncul tidak jauh di hadapannya lalu kembali mengejarnya. Pak Menteri segera berbalik dan berlari, tapi kakinya terantuk batu dan jatuh berdebum dengan keras.