Dia pun berbalik arah dan terbang kembali ke bawah. Tapi begitu mendekati pecahan itu, dia terkejut. Seorang gadis kecil tahu-tahu muncul dan lebih dahulu memungut pecahan bintang tersebut. Gadis kecil berusia sebelas atau dua belas itu takjub pada benda yang ditemukannya. Bentuknya seperti pecahan gelas kaca, hanya saja cahaya yang dipancarkannya begitu indah.
Cleo mendarat hati-hati sambil tersenyum. Dia memandang wajah gadis kecil yang masih terkagum-kagum. Pakaian gadis kecil itu sederhana, seperti pakaian anak-anak desa pada umumnya. Dia membawa sebuah bakul dari anyaman rotan. Mungkin dia akan mengumpulkan ranting kayu untuk kayu bakar, mengumpulkan jamur atau mencari bahan makanan lainnya.
Dia akan membiarkan pecahan bintang itu menjadi suvenir untuk si gadis kecil. Tapi sebelum kembali terbang, lagi-lagi dia terkejut.
Gadis kecil itu ternyata kini sedang menatapnya lekat-lekat. Mulut dan mata gadis itu terbuka lebar saking terkejutnya.
"Hei, kamu bisa melihatku?" tanya Cleo penasaran. Memang sosok para peri tidak bisa dilihat manusia biasa. Wah, banyak keanehan yang terjadi akhir-akhir ini.
Gadis kecil itu mengangguk pelan-pelan.
"Kamu ... malaikat atau peri?" tanyanya ragu. "... atau hantu hutan?"
Cleo tertawa. "Tentu saja aku bukan hantu. Aku seorang peri. Kamu bisa memanggilku, Cleo. Wah, aku baru bertemu dan bercakap-cakap seperti ini dengan manusia. Siapa namamu, cantik?"
"Kamu beneran peri?" tanya gadis itu lagi.
"Ya, tentu saja. Kalau kamu bisa melihatku berarti kamu juga bisa menyentuhku," Cleo mengulurkan tangannya ke depan gadis itu.
Gadis itu menyentuh tangan Cleo. Setelah berhasil menjabat tangan Cleo, wajahnya menjadi lebih hangat. "Namaku Siera. Rumahku ada di belakang pepohonan itu, ibu Peri Cleo."