"Jadi kamu tidak bersedia membantu kami?" tanya kepala pasukan lagi.
"Aku tidak bilang begitu. Aku akan membantu kalian, Tuan-tuan, tapi dengan menunjukkan jalan yang lain."
Kepala pasukan mengangguk-angguk paham.
"Dengan kecepatan berkuda seperti itu, kalian mestinya bisa menyergap kawanan pencuri sebelum fajar nanti, di lembah Karmel. Ambillah jalan yang kiri, lalu telusuri barisan pohon pinus menuju bukit. Aku lihat kuda-kuda kalian adalah kuda terlatih. Jika arah kalian benar, mestinya di ujung bukit kalian akan bertemu dengan beberapa rumah tua kosong, sebuah desa yang sudah lama ditinggalkan ..."
"Ya, aku tahu tempat itu," sambung kepala pasukan.
"Bagus. Setelah itu teruslah ke arah utara dengan menuruni bukit ke arah lembah Karmel. Ada jembatan bambu yang dibuat oleh penduduk desa terdekat, sepertinya cukup kuat untuk dilewati rombongan berkuda. Jika tidak terlambat, kalian akan sampai duluan di sana sebelum rombongan pencuri tiba. Kalian hanya perlu mengatur strategi terbaik untuk menyergap mereka."
Kepala pasukan pun berterima kasih dan memberi tanda agar pasukannya kembali melaju, tapi tiba-tiba dia berhenti karena mengingat sesuatu.
"Oh, maaf. Biasanya ada imbalan atas petunjuk seperti ini, bukan? Tapi... kami belum sempat mempersiapkan-"
"-tidak apa-apa," sahut burung hantu. "Aku masih punya banyak persediaan makanan."
Kepala pasukan tersenyum lega. "Syukurlah. Prajurit! Ayo berangkat!"
Pasukan berkuda itu pun kembali melanjutkan perburuannya. Kepala pasukan berada di barisan depan untuk memandu rombongannya mengikuti petunjuk burung hantu.