Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Vaksinasi Versus Fotokopi KTP

23 Juli 2021   21:02 Diperbarui: 23 Juli 2021   21:18 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar vaksinasi dari kompas.com

Beberapa hari ini isu KTP ramai dibicarakan warganet. Malah sampai sore tadi (23/7) kata kunci "E-KTP" masih nangkring di kolom trending topic twitter. Pemicunya karena sejumlah kasus yang terjadi di tengah gencarnya vaksinasi kepada masyarakat. Beberapa orang yang tidak membawa fotokopi KTP tidak diperbolehkan melanjutkan proses vaksinasi.

Padahal ada yang sudah menunggu lama, malah ada yang sudah selesai proses screening di meja petugas medis.

Memang, suka tidak suka, harus diakui bau-bau birokrasi masih melekat kuat di antara para pelayan masyarakat kita. Tetek bengek administrasi yang semestinya mengefektifkan pekerjaan di lapangan, justru seringkali jadi biang kerok lambannya pelayanan, seperti contoh kasus di atas.

Tentu saja Kartu Tanda Penduduk penting untuk dimiliki dan datanya terlampir dalam rekam jejak peserta vaksinasi. KTP sangat esensial peranannya dalam pendataan yang akan diolah menjadi statistik untuk memudahkan pengambilan keputusan-keputusan strategis. Tapi yang jadi masalah, orang-orang yang tertahan proses vaksinasinya itu bukannya tidak punya KTP. Mereka punya, hanya tidak punya fotokopinya.

Sedikit menggelitik jadinya. Goal yang dikejar sebenarnya apa sih? Rasio vaksinasinya atau fotokopi KTP-nya? Jangan sampai program strategis vaksinasi nasional menjadi melempem implementasinya di lapangan hanya karena masalah sepele ini.

Padahal ada beberapa cara untuk mengantisipasinya,

Reminder Membawa Fotokopi KTP dari Rumah 

Ini solusi yang paling mudah. Masih bagus kalau di sekitar lokasi vaksin ada usaha fotokopi yang buka. Jika tidak, peserta vaksin bisa gigit jari. Peristiwa seperti ini saya alami saat vaksin 1 bersama beberapa teman kantor. Kami tidak mengetahui syarat fotokopi KTP ini. Untunglah saat tahu dari orang lain di lokasi vaksinasi, antrian masih panjang. Kami pun ramai-ramai menitip fotokopi KTP pada salah satu teman yang tahu tempat fotokopi terdekat. Masalah selesai.

Untuk meminimalkan masalah ini, sosialisasi membawa fotokopi KTP mestinya digencarkan sebelum vaksin. Bila perlu dibuat reminder, bisa lewat whatsapp group, disertakan pada surat undangan, atau tulisannya dipajang besar-besar pada spot yang mudah terlihat di lokasi vaksinasi. Jadi peserta vaksin sudah melihat prasyarat tersebut dan mengantisipasinya sejak awal.

Menyediakan Mesin Fotokopi

Cara yang ini jauh lebih humanis: menyediakan mesin fotokopi di lokasi vaksinasi. Tidak perlu mesin gede seperti yang di toko-toko ATK itu. Printer fotokopi pun sudah sangat memadai untuk tujuan tersebut.

Dengan demkian, jika memang peserta vaksin tidak membawa fotokopi KTP, maka petugas tinggal meminta KTP asli dan mencetaknya. Memang durasi pelayanan jadi sedikit lebih panjang sepuluh atau dua puluh detik, karena pekerjaan petugas bertambah. Tapi hal ini sangat membantu masyarakat yang membutuhkan.

Mereka bersedia membawa diri ke tempat vaksinasi saja sudah menjadi hal yang menggembirakan. Jangan sampai niat mereka kendor hanya karena masalah administrasi tersebut.

Bukan Fotokopi, tapi Foto KTP 

Bagaimana jika petugas kesulitan menyediakan perangkat fotokopi? Ada satu cara lagi. Foto! Ya, foto. Maksudnya petugas menggunakan gawai untuk menjepret KTP asli si peserta vaksin lalu nanti dikumpul dan dicetak sekalian.

Bukankah itu jauh lebih rumit? Betul. Pekerjaan petugas jadi bertambah banyak karena harus mengurus lagi proses pencetakan foto tersebut dan mencocokkannya dengan lembaran yang diisi peserta vaksin secara manual.

Nah, bisa juga petugas on the spot mengirimkan foto demi foto KTP dari gawainya kepada petugas back office yang akan menyortir dan mencetak foto demi foto KTP tersebut. Tapi kiat ini mengandaikan ada petugas tambahan di belakang layar dan ada jaringan internet yang memadai baik di lokasi vaksinasi maupun di lokasi petugas tambahan.

Yang mana pun pilihannya, kiat yang ketiga ini benar-benar membutuhkan dedikasi dan semangat pelayanan yang tinggi dari para petugas.

Bagaimanapun juga, ini adalah konsekuensi dari tugas pelayanan masyarakat. Apalagi kita tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Kita sedang berada dalam situasi "perang" jadi harus mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki untuk mengalahkan musuh bersama, Covid-19.

Goal besar kita adalah menyukseskan program vaksinasi nasional. Dan untuk itu kita harus membayar harga yang mahal baik dari segi materi, pikiran maupun tenaga.

Bukan bermaksud membanding-bandingkan, tapi kita bisa belajar dari bagaimana sepak terjang para staf garda depan sebuah perusahaan, apalagi yang berkecimpung dalam bisnis berbasis pelayanan masyarakat.

Koperasi kami contohnya. Dalam memberikan pelayanan kepada anggota, kami selalu siap dengan segala kemungkinan. Untuk urusan pengajuan kredit misalnya, seringkali anggota sudah diberitahu sebelumnya untuk melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan termasuk fotokopi KTP. Tapi selalu saja ada yang melewatkan informasi tersebut.

Tapi daripada menunda proses berkas kreditnya karena fotokopi KTP ketinggalan, staf harus siap membantu fotokopi KTP anggota, dengan catatan anggota membawa KTP aslinya. Menunda berkas kredit diproses berarti menunda pelayanan dan juga menunda datangnya omset koperasi.

Bahkan kadang staf-staf di lapangan bisa memberikan pelayanan untuk menjemput dokumen anggota di rumah. Jadi bukan saja KTP yang harus difoto, beberapa dokumen lain pun ikut difoto untuk kemudian dicetak dan dibundel sesampainya di kantor. Memang pekerjaan staf akan bertambah, tapi ya, jika perlu hal tersebut harus dilakukan demi pelayanan prima kepada anggota koperasi.

Mungkin ada di antara kita yang akan spontan berpikir, iyalah, perusahaan harus memberi pelayanan prima, kalau tidak customer lari semua, sedangkan vaksinasi ini kan dapatnya gratis.

Tidak salah, memang, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Di sisi yang lain, negara juga bisa hidup karena ada kontribusi masyarakat di dalamnya. Salah satu sumber anggaran pendapatan dan belanja negara adalah pajak yang dipungut dari rakyat. Jadi rakyat memberi kepercayaan sepenuhnya kepada pemerintah untuk mengelola pajak yang menjadi pendapatan negara. Untuk kondisi saat ini, pengelolaan anggaran tersebut termasuk untuk pembelian vaksin, pembelian sarana prasarana vaksinasi, insentif nakes dan seterusnya.

Tulisan ini bukan bermaksud mengerdilkan peran para nakes yang sangat menentukan keberhasilan program vaksinasi. Justru saya ingin berkontribusi dengan memberikan insight dan memberi semangat kepada mereka yang telah berjibaku di garda terdepan dalam perang melawan musuh tidak terlihat. Kita sedang perang dan segala upaya harus dilakukan semaksimal mungkin untuk memenangkan perang tersebut.

Semoga kita segera mencapai rasio herd immunity yang dibutuhkan agar bangsa kita sehat kembali seperti sediakala. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun