Bayangkan kalau aslinya ini lagu domestik (berbahasa Indonesia), wah pasti sudah gempar dari kemarin-kemarin.
Jadi tindakan KPI merespons laporan masyarakat yang khawatir jika lirik lagu seperti ini "ditelan" mentah-mentah dan berpengaruh buruk pada perilaku anak di bawah umur, cukup bisa dimaklumi.
Lagipula ini bukan yang pertama, peringatan serupa terhadap beberapa lagu juga sudah terjadi sebelumnya.Â
Pada tahun 2019 lalu, lagu Shape of You-nya Ed Sheeran yang begitu populer saat itu juga kena semprit KPI.
Seperti biasa, kabar terbaru ini menuai pro dan kontra. Tapi daripada kita terjebak pada dikotomi, berpihak pada KPI atau berdiri berseberangan dengan KPI, mari melihat masalah ini dalam scope yang lebih luas.
Di era internet yang membuat segala sesuatunya nyaris tanpa batas, cekal mencekal di ranah media rasanya sudah kurang efektif lagi dampaknya.
Sebagai contoh, jika tayangan di stasiun TV sedang tidak sesuai dengan keinginan, kita bisa berpindah ke penyedia video di dunia maya seperti youtube.com atau vidio.com sebagai alternatif.Â
Begitu pula jika ingin mendengar lagu-lagu favorit dan stasiun radio tidak sedang menyiarkannya, tinggal buka situs pemutar musik daring seperti Joox atau Spotify.
Sejumlah lagu yang masuk daftar kuning KPI di atas bisa diakses dengan mudah sana. Bahkan di Spotify ada playlist bertajuk Lewat Djam 22.00 yang khusus berisi daftar lagu-lagu tersebut.
Jadi, apakah ini artinya sempritan KPI sudah tidak berguna lagi?
Mungkin ini bukan pertanyaan yang relevan dikaitkan dengan tujuan yang luhur dan mulia dari keputusan KPI tersebut.Â