"10 tahun?"
"Ya. Aku sudah 10 tahun tidak menciptakan lagu lagi, Kawan."
Rembulan terdiam saking terkejutnya.
"Tulislah sesuatu, Kawan. Buatlah lagu yang gembira atau sedih."
"Entahlah, Kawan. Mereka tidak akan menyukai lagu-laguku, zaman sudah jauh berbeda," ucap sang kakek ragu-ragu.
"Ayolah, Kawan. Sejak kapan kamu menciptakan lagu untuk memuaskan orang lain? Tapi, ya, tidak ada salahnya juga membuat lagu yang kekinian, bukan?"
"Mereka tidak akan menyukai laguku."
Rembulan memandang penuh simpati pada sang kakek. "Masih ingat tentang dadu yang aku ceritakan kemarin? Hidup sesederhana itu. Sekarang yang jadi permainan dan dadu adalah lagu yang akan kamu ciptakan. Kamu tidak akan pernah tahu hasilnya sebelum melempar dadu ke atas permainan."
Kakek mengangguk-angguk. "Aku mengerti, Kawan. Mungkin aku akan mencoba menulis lagu tentang dirimu."
Rembulan tertawa lagi. "Sudah banyak yang menulisnya. Tapi aku akan merasa sangat terhormat, Kawan. Terima kasih."
Beberapa hari kemudian rembulan yang sudah jadi purnama memenuhi janjinya. Sayangnya, saat menyinari balkon yang dibiarkan terbuka tanpa atap, tempat itu telah kosong dan senyap. Sang kakek telah terbaring di bawah batu nisan. Dua hari lalu dia mengalami serangan jantung dan tak terselamatkan lagi.