"Kamu ...? Rara, kamu?"
Pikiranku serasa terbolak-balik. Tapi untunglah keping-keping logikaku masih tersisa untuk sedikit berpikir jernih. Kebetulan tangan kiriku masih memegang gawai dan layarnya terbuka pada posisi aplikasi telepon. Aku langsung mengetuk satu tombol untuk melakukan panggilan ke nomor gawai Rara.
Dua detik kemudian, nada panggil Rara, Rara yang di hadapanku berbunyi. Dia cepat-cepat mengambil gawai dari saku celananya lalu melihat panggilan itu. Wajahnya nampak semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
"Ada apa sih, Boy?"
Aku tidak mau langsung menjawab, perlahan-lahan aku mundur tiga langkah dan memutar kepala dengan pelan ke arah kamar yang pintunya masih terbuka. Pelan, pelan sekali. Seperti putaran kepalaku hari itu menentukan hidup atau mati. Jendela kamar sedang terbuka lebar, jadi kamar terang benderang dan jelas sekali apa yang nampak di depan mataku. Kamar kosong melompong, sepi seperti kuburan.
"Kenapa, Boy?" Rara setengah berteriak. Dia mulai ketakutan.
"Ya, ampun! Aku dibikinin minum sama makhluk halus," gumamku.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H