Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wajah Malaikat Maut

13 Desember 2019   20:02 Diperbarui: 13 Desember 2019   19:58 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa anda bisa membuat lukisan wajah saya sekarang?"

"Sekarang? Selarut ini?"

Lauren mengangkat bahunya. "Jika anda bersedia. Saya tidak yakin bisa bertemu anda di waktu lain lagi, Tuan."

"Tadi sepertinya anda terburu-buru ..."

"Oh," Lauren tersenyum lagi. "Urusan pribadi saya masih bisa ditunda di lain hari."

Paolo agak gugup tapi tetap berusaha tersenyum. "Baik. Kalau begitu tidak ada masalah. Studio sekaligus apartemen saya tidak jauh dari sini, Nona."

Tidak sampai setengah jam kemudian, keduanya sudah berada di studio milik Paolo.. Jangan bayangkan studio yang lapang dan mewah milik pelukis-pelukis ternama. Studio itu sebenarnya ruang tamu apartemennya yang sederhana, dilengkapi dengan penerangan tambahan dan tembikar-tembikar dari timur sebagai aksesorisnya. Beberapa kanvas berisi lukisan setengah jadi masih terpampang di atas easel, sebagian lagi tergulung di lantai kayu.

Lauren melihat-lihat sejenak sebelum Paolo memintanya untuk duduk di atas sofa coklat gelap. Dia dipersilakan memulas kembali wajahnya. Paolo mengatur pose sebelum mengambil posisi kira-kira tiga langkah di depan Lauren, dan mulai mempersiapkan perkakasnya, cat minyak, palet, thinner, kanvas kosong. Tak lama kemudian dengan cekatan dia menyapu kanvas dengan beraneka warna cat untuk memindahkan wajah Lauren yang menawan itu ke dalam lukisan.

Sesekali Lauren mengajak Paolo bercakap-cakap untuk mengusir jenuh. Tapi Paolo nampak lebih tertarik menyelesaikan lukisannya dibanding meladeni ucapan Lauren.

"Anda sudah menikah, Tuan?" tanya Lauren.

Paolo menggeleng dari balik kanvasnya."Saya hanya mau menikahi lukisan-lukisanku, jika pastor memberi izin," sahutnya lalu tertawa kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun