Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Debu Perang

19 Maret 2018   22:14 Diperbarui: 19 Maret 2018   22:26 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: www.walldevil.com

Mereka dewasa bersama

puing-puing benua

mereka makan debu perang

dan minum sayatan pedang.

Mereka sanggup bernapas

dalam udara yang diracuni sihir

mata mereka adalah pelita

dalam gelap gulita mimpi

mereka adalah bayangan

yang menghantui para penebar mantra.

Setiap tetes peluh dan darahnya adalah tameng

dan setiap pekik membahana adalah senjata.

Mereka biarkan purnama

bakar aroma ketakutan dalam darahnya  

sampai tidak ada lagi tersisa

untuk seteru yang menunggu di sana.

Lalu saat fajar tiba

mereka berlari bawa serta matahari

bumihanguskan bala tentara kaum sihir.

 

Mereka seperti sisi lain diri kita

diri purba kita

yang nyaris mati karena

tidak ada lagi debu perang

atau sayatan pedang.

Mereka adalah pasukan

yang haus pertempuran

mereka makan debu perang

dan minum sayatan pedang.

---



kota daeng, 16 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun