Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Koma

14 Juli 2017   22:09 Diperbarui: 15 Juli 2017   07:30 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari http://www.capitalberg.com

Darah menetes enggan berhenti, padahal Jovan si empunya darah telah menyerah pada malam. Kini dia tengah membiarkan embun dan jalanan menjadi selimut dan pembaringannya. Sejenak dia melalaikan detak jantungnya sendiri untuk menahan rasa sakit yang luar biasa.

Begini ternyata rasanya mengecup sakratul maut, batinnya.

Derap sepatu para pengejar mulai bergema di antara keheningan malam. Jovan memaki dalam hati. Dengan sisa-sisa kekuatan dia pun bangkit sambil meremas bagian kiri perutnya, sarang salah satu peluru yang tadi mengincar nyawanya.

"Heh! Dia di sana!" dari kejauhan terdengar suara itu.

Irama jantung Jovan yang sudah melambat mendadak jadi lebih cepat. Dengan bahan bakar adrenalin yang tersisa dia menyeret tubuhnya menjauhi jangkauan lampu jalan, menuju ke sisi jalan yang lebih gelap.

Ada selokan besar yang tertutup oleh rimbunnya ilalang. Jovan tidak mau berpikir panjang lagi sebelum membuang dirinya ke situ. Dia pun jatuh dengan deras...

 ---

Gelap

Terang

Gelap

Terang

...saat membuka mata Jovan terperangah.

Tubuhnya penuh dengan perkakas medis. Monitor detak jantung, selang oksigen, selang infus.

"Dia sadar, Dok"

"Dia sadar..."

Suara-suara nyaris berbisik memenuhi gendang pendengarannya. Sesaat dia tidak percaya. Selama ini dia hanya akrab dengan suara jeritan, kaca pecah, desingan peluru, ledakan dan suara-suara anti kemanusiaan lainnya.

"Dimana aku?" tanyanya pada siapapun di ruangan itu yang bersedia menjawab.

Dokter yang sedang menanganinya pun mendekat ke sisi ranjang. Dokter tua namun terlihat sangat bijaksana itu pun menjawab, "Di rumah sakit militer, Tuan Jovan."

Jovan terkejut.

"Pasukan penyapu menemukan anda di sektor C8, di luar kota. Tidak usaha khawatir. Tuan. Perang saudara telah usai..."

"Haah?" Jovan memandang dokter itu dengan tatapan tidak percaya. Dokter mengangguk diiringi sebuah senyum hangat. "Perang saudara selesai dua tahun lalu..."

Saat itu mata Jovan menjangkau sebuah kalender meja di sisi kepalanya. "Haah? 2023?! Maksud anda saya telah tidak sadarkan diri selama tiga tahun?"

"Begitulah, Tuan. Saat ditemukan, anda berada dalam keadaan kritis. Terjadi benturan di sekujur tubuh dan kepala anda, juga ada sebuah peluru di perut sebelah kiri. Untunglah tidak merobek usus."

"Tapi sekarang, apa aku baik-baik saja?"

"Kami akan memastikannya, Tuan."

Dalam keraguan Jovan memandang dua perawat di ujung kakinya. Keduanya mengenakan identitas agama yang berbeda, tapi keduanya bekerja sama tanpa canggung, seperti tidak ingin kehilangan satu pasien pun hari ini. 

Kekhawatiran Jovan pun berkurang.

Memang sepertinya perang saudara telah berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun