Darah menetes enggan berhenti, padahal Jovan si empunya darah telah menyerah pada malam. Kini dia tengah membiarkan embun dan jalanan menjadi selimut dan pembaringannya. Sejenak dia melalaikan detak jantungnya sendiri untuk menahan rasa sakit yang luar biasa.
Begini ternyata rasanya mengecup sakratul maut, batinnya.
Derap sepatu para pengejar mulai bergema di antara keheningan malam. Jovan memaki dalam hati. Dengan sisa-sisa kekuatan dia pun bangkit sambil meremas bagian kiri perutnya, sarang salah satu peluru yang tadi mengincar nyawanya.
"Heh! Dia di sana!" dari kejauhan terdengar suara itu.
Irama jantung Jovan yang sudah melambat mendadak jadi lebih cepat. Dengan bahan bakar adrenalin yang tersisa dia menyeret tubuhnya menjauhi jangkauan lampu jalan, menuju ke sisi jalan yang lebih gelap.
Ada selokan besar yang tertutup oleh rimbunnya ilalang. Jovan tidak mau berpikir panjang lagi sebelum membuang dirinya ke situ. Dia pun jatuh dengan deras...
 ---
Gelap
Terang
Gelap
Terang