Kami diam dalam malam yang sembunyi di bawah pekuburan.
Di atas altar ada dua gelas berisi kematian
sayangnya kami bertiga saat ini
keadilan harus memilih dua di antara kami.
.
Mereka berdua kembar identik dan aku sendiri.
Bisa saja mereka mendahului
tapi keadilan
dalam rupa si tua penjaga makam yang berjalan tertatih-tatih
memanggul tumpukan kunci kamar-kamar rahasia
pasti tidak akan senang.
.
Dia datang untuk memastikan dua dari antara tiga
kami
dipilih dengan adil
.
Dia lalu menyuruh kami menanggalkan pakaian, perhiasan, topeng
dan badan kami
menyisakan simbol terakhir yang jadi jiwa kehidupan kami.
.
Aku menatap kedua saudaraku
mereka telah menanggalkan segalanya
menyisakan jiwa mereka
.
1
.
Keadilan menatapku dingin.
Aku sebenarnya tidak pernah menginginkan isi gelas itu.
Jadi aku berlari meninggalkan dasar antah berantah ini
.
“Takdir telah tertulis!”serunya
“Tinggalkan jiwamu agar kehidupan yang lain terus berjalan.”
Aku menanggalkan segalanya
menyisakan jiwaku.
.
6
dan tersadar begitu menyerahkan simbol terakhir aku tak bisa kemana-mana lagi.
.
Keadilan tertawa penuh kemenangan
lalu meletakkan gelas ketiga di atas altar.
Gelas itu juga berisi kematian.
---
kota daeng 151 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H