Aku menganggguk.
“Sayang atau sayang banget?”
Aku melotot lalu mencubit hidungnya gemas. Anak ini masih bisa bercanda, padahal aku sudah ketar ketir tidak karuan.
Tapi makan siang ini benar-benar jadi salah satu makan siang terbaikku, karena Andien ternyata memiliki rasa yang sama dan bersedia menerima aku jadi kekasihnya. Cinta pun bersemi. Mudah-mudahan besarnya cinta kami bisa seperti Romeo dan Juliet, Romi dan Yuli, Rama dan Shinta.
Sepuluh menit kemudian kami keluar dari kantin dengan hati berbunga-bunga dan senyum merekah. Wajarlah… kan baru jadian. Tapi aku lalu buru-buru kembali ke kantin lagi. Baru ingat makan siangnya belum dibayar.
Andien juga masuk kembali karena mau ke toliet. Dia lalu menyuruh aku kembali ke kantor duluan. Katanya perutnya lagi bermasalah, jadi sepertinya bakal lama ngendonnya.Dia juga tidak ingin kawan-kawan kantor semakin curiga dengan kedekatan kami. Biarlah untuk sementara waktu, kisah kasih ini hanya jadi milik kami berdua saja.
---
Sambil melangkah ke dalam lift, aku membuka aplikasi WA di HP. Jari telunjukku lalu menyentuh tombol lift untuk mengarah ke lantai 4.
Ada pesan dari Andien. Aku tersenyum, belum apa-apa sudah kangen aja. Eh, pesannya dikirim 50 menit yang lalu. Oh, sepertinya pas aku keluar kantor tadi.
Mas Alif, tolong bungkus kwetiau goreng yak, tulisnya. Aku mengernyit.
Ting!