“Sudah lama kok, Mas. Hanya baru dipakai lagi…”
“Oh gitu. Eh, saya tadi pesan nasi goreng seafood… Kamu mau makan apa?”
---
Siang itu bisa dibilang siang yang sangat bersejarah bagiku. Pembicaraan kami yang biasa ngalor ngidul tak jelas itu, tiba-tiba mengarah kepada hal-hal pribadi. Andien menanyakan keluargaku seperti apa? Masa kecilku bagaimana? Sebelumnya sudah berapa kali pacaran? Selama pacaran pernah selingkuh atau tidak? dan pertanyaan-pertanyaan sejenis itu. Entah mengapa. Dia juga bertingkah lebih berani dari biasanya. Mengelus tanganku, menonjok mesra bahuku berkali-kali. Biasanya sekalipun mesti izin dulu.
“Mas Alif baik deh,” ucapnya lirih.
Makan dan minuman kami sudah nyaris tandas.
“Baik kenapa?”
“Mas alif tidak keberatan bahunya dipinjam.”
“Bahu dip…”
Kata-kataku terputus, karena tahu-tahu kepalanya sudah bersandar di bahu kananku. Wangi amber semakin terasa.
“Andien,…”
“Iya…”