Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bocah Kue Kacang

19 September 2016   17:04 Diperbarui: 19 September 2016   17:13 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pohon-pohon pinus mencolek bulan September.  

Mendung menatap sayu cekungan ember-ember

berharap hujan akan jatuh tak tercecer

.

Bocah itu

bocah yang mengintip di balik dinding kayu

malu-malu tapi aku tahu dia tahu segala sesuatu.

Dia tahu kerinduanku pada Opa Stu

pada sejuk desa yang ikut membesarkanku.

.

Dia tahu di balik ransel aku menyimpan setoples kue kacang

dan demi kue kacang

dia rela menunggu

seperti rumah tua yang menunggu keramaian datang.

.

Pohon-pohon pinus pun seperti telah menungguku

bukan untuk kue kacang tentu

mungkin menunggu air mata dan cerita-cerita yang mengharu biru.

.

Bocah itu

bocah yang sejak dulu hanya mau menghadirkan wujud padaku

bergeming saat kuulurkan isi toples.

Dia ingin memberitahu sesuatu.

.

Mungkin tentang Opa Stu

atau gerimis yang membuat langit jadi kelabu

atau mungkin juga tentang kedatanganku yang didahului waktu.

.

Kue kacang digigit separuh

Tertinggal di lantai kayu yang nyaris rapuh.

Hujan mulai mengguyur desa.

Opa Stu telah pergi dibawa penyakit liver dan usia.

.

Pohon-pohon pinus mencolek bulan September.  

Bocah itu mengintip malu-malu

Ah, dia tidak sendiri kini, dia punya teman bermain yang baru.

----



kota daeng, 19 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun