Pohon-pohon pinus mencolek bulan September. Â
Mendung menatap sayu cekungan ember-ember
berharap hujan akan jatuh tak tercecer
.
Bocah itu
bocah yang mengintip di balik dinding kayu
malu-malu tapi aku tahu dia tahu segala sesuatu.
Dia tahu kerinduanku pada Opa Stu
pada sejuk desa yang ikut membesarkanku.
.
Dia tahu di balik ransel aku menyimpan setoples kue kacang
dan demi kue kacang
dia rela menunggu
seperti rumah tua yang menunggu keramaian datang.
.
Pohon-pohon pinus pun seperti telah menungguku
bukan untuk kue kacang tentu
mungkin menunggu air mata dan cerita-cerita yang mengharu biru.
.
Bocah itu
bocah yang sejak dulu hanya mau menghadirkan wujud padaku
bergeming saat kuulurkan isi toples.
Dia ingin memberitahu sesuatu.
.
Mungkin tentang Opa Stu
atau gerimis yang membuat langit jadi kelabu
atau mungkin juga tentang kedatanganku yang didahului waktu.
.
Kue kacang digigit separuh
Tertinggal di lantai kayu yang nyaris rapuh.
Hujan mulai mengguyur desa.
Opa Stu telah pergi dibawa penyakit liver dan usia.
.
Pohon-pohon pinus mencolek bulan September. Â
Bocah itu mengintip malu-malu
Ah, dia tidak sendiri kini, dia punya teman bermain yang baru.
----
kota daeng, 19 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H