Di pipi kiriku ada luka goresan waktu
aku lupa menghapusnya saat itu
tapi biarlah jadi kenang-kenangan untukku.
.
Waktu kadang lebih kejam dari penghakiman
dia bisa meneriakkan kata-kata yang kamu bisikan pada awan
dan menyingkap semua yang kamu sembunyikan di bawah dipan.
.
Di ujung kukuku ada tinta merah jambu yang ditorehkan waktu
dia lupa menghapusnya saat itu
tapi kurasa dia sengaja meninggalkannya jadi kenang-kenangan untukku.
.
Waktu juga bisa menjadi juru selamat
dia bisa membuat petaka sampai terlambat
sehingga kamu bisa menyelamatkan sesuatu lebih cepat.
.
Ah, waktu pernah menikam lambungku
dengan belati pengkhianatan
tapi dengan cepat menyembuhkannya dengan kesetiaan tanpa batas.
.
Waktu itu kawan yang aneh.
Dia pernah berkata tidak bisa membebaskan budak menjadi orang merdeka
tidak bisa mendamaikan seteru menjadi sekutu
tidak bisa membalikkan malam menjadi siang.
Dia tidak bisa mengubah apa-apa.
.
Tapi semakin lama berkawan, aku merasa semakin berubah.
Aku yang semakin dewasa, atau dunia yang semakin muda
aku yang semakin arif, atau dunia yang semakin bebal. Entahlah…
.
Kini waktu telah menua,
dia hanya teronggok di atas kursi malas dan mendongeng tentang dunia
tentang dimensi tertinggi yang pernah dijejakinya
dia nyaris sekarat
lalu menghembuskan nafas terakhir yang dimilikinya.
.
Sayangnya
dia berinkarnasi lebih cepat dari kedipan mata.
Waktu yang masih belia terlahir dan siap untuk menggores luka
melukis ujung kuku, mengkhianati dan memulihkan
penggores pena yang lain.
.
Bersiaplah, mungkin kali ini giliranmu.
---
kota daeng, 6 September 2016