Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bunga dan Kematian

14 Juli 2016   21:50 Diperbarui: 14 Juli 2016   22:18 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: www.pinterest.com

Kemarin rembulan bertutur padaku

katanya

kamu telah membunuh seseorang

membiarkan tanganmu yang indah dipenuhi darah dari kematian.

Kamu lalu membuang belati pembawa maut itu ke tengah telaga kecil di belakang rumah kita.

Anehnya belati itu berubah menjadi bukit tinggi.

Kamu membersihkan darah hitam pekat di telapak tanganmu dengan air telaga

lalu telaga berubah menjadi taman bunga.

.

Kemarin malam bertutur padaku

katanya

kamu berjibaku melawan maut dan melahirkan seorang bayi mungil ke pangkuan bumi.

Sayangnya dia tidak sempat lagi meneriakkan tangisan pertamanya.

Jalan kehidupannya hanya sepanjang belati itu dan tangan indahmu.

.

Aneh, bukan?

Jika sekat antara kematian dan kehidupan setipis itu, mengapa kita harus memuja kehidupan dan mengutuki kematian?

Tidak apa jika kematian adalah jembatan kepada kehidupan yang lain

tidak apa jika darah yang mengotori tanganmu akan berubah menjadi keindahan yang lain

.

Tidak apa jika kematian serupa datang bersama belati yang kamu tancapkan di tengah-tengah jantungku.

Aku bisa merasakan sel-sel darahku mengalir menutupi belati itu

memenuhi tanganmu dan jatuh bertetes-tetes ke atas bumi.

.

Buatlah bukit yang lain dan penuhilah dengan bunga.

Melati, mawar, anggrek, dahlia, kenanga, asoka, merah, kuning, putih, hijau.

dan baringkanlah aku dalam damai di sana

sampai

malam dan rembulan kembali bertutur padaku.

------

Makassar, ujung malam 14 Maret 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun