---
Cinta memang bukan untuk orang yang waras, bukan?
sahutmu saat aku mempertanyakan kewarasanku.
Lalu dari antara bintang yang belum berkerlip
kamu memetik setangkai awan
serupa gulali dan memberikannya kepada musim panas
yang pernah jadi pemisah di antara kita.
Lalu jika cinta adalah sebuah kegilaan, mengapa semua orang begitu waras?
apakah bumi ini hampir kehilangan cinta?
Kamu tidak menjawab kali ini.
Tapi kepadaku kamu bertanya kembali
Katakan berapa banyak cinta yang dibutuhkan untuk menopang bumi ini
agar tetap berotasi pada sumbunya, dan tetap berputar pada orbitnya? Â Â
Katakan!
Lalu dari bintang yang mulai berkerlip kamu mengambil sebuah nama
nama dari masa depan
dan memberikannya kepada musim hujan
yang mengisi relung-relung kosong peninggalan musim panas.
Cinta seperti sungai yang disiangi musim panas
lalu menjelma jadi gulali dalam rupa setangkai awan
dan dijatuhkan kembali ke sungai oleh musim hujan.
Cinta akan terus mencari jalannya, membuat bumi kita tetap berputar.
Orang-orang bukan semakin waras,
mereka hanya merasa waras
dalam kegilaan mereka.
Aku pun tersadar dari mimpi panjang dan dalam
memandangi wajahmu yang terlelap manis di ujung subuh
juga wajahnya, wajah yang namanya kamu petik dari bintang-bintang itu.
Sementara itu di luar sana hujan bernyanyi malu-malu.
Cinta memang bukan untuk orang waras, bukan?
----
Makassar, Juli 2016
H minus dua hari raya Idul FitriÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H