Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Akhir Kerajaan Basalto
---
Setelah menjelajah potongan sejarah kaum sihir yang mengharu biru, mari kembali ke masa sekarang. Gopalagos yang lebih damai, lebih tenang, sampai kutukan Tidur Abadi yang menimpa putri raja Philos terjadi.
Dari tempat yang hangat, kerajaan Zatyr di daerah tropis, kita menuju ke utara Gopalagos, tak jauh dari kawasan Tundra yang merupakan wilayah kerajaan Ruby.
Saat ini kerajaan Ruby adalah kerajaan kaum sihir dengan wilayah paling luas, kendati sebagian wilayahnya tak ditinggali karena penuh dengan jurang dan bukit yang tertutup salju abadi. Pusat kerajaan Ruby sendiri, termasuk istana kerajaan, terletak agak ke selatan pada wilayah yang masih memperoleh sinar matahari selama beberapa bulan dalam setahun. Di wilayah itu, kaum sihir dan beberapa non-sihir bermatapencaharian sebagai petani, sebagian lagi sebagai pengrajin, tukang besi, penambang, sebagian menekuni seni pahat dan sebagian kecil adalah nelayan.
Kerajaan itu kini dipimpin oleh Ratu Mirina. Generasai pertama Huria yang kemudian dipanggil Ruby, pendiri kerajaan itu.
Berbeda dengan istana-istana kerajaan sihir yang lain, bangunan istana kerajaan Ruby tidak dibangun dengan banyak tingkat, melainkan dibiarkan rata mengikuti kontur tanah. Sehingga istana itu terdiri dari banyak bangungan-bangunan yang berlekatan satu sama lain dengan atap berbentuk kubah-kubah, sesuai untuk wilayah yang sepanjang tahun lebih sering ditutupi salju dibanding disinari matahari.
Siang ini pun bulir-bulir salju sedang berjatuhan dari langit dan ditiupkan angin ke arah pegunungan jauh di belakang istana.
Udara cukup dingin. Sejauh mata memandang, yang nampak hanya tanah yang memutih tertutup salju. Ada juga jalan setapak berpagar perdu, yang dibuat meliuk-liuk menuju pintu utama istana. Tapi jalan setapak itu pun hampir seluruhnya tertutup salju, dan semua tanaman perdu sedang meranggas meratapi musim dingin yang hampir mencapai puncaknya.
Nampak Mirina berdiri seorang diri di tengah guyuran salju jauh di depan pintu utama istananya, sepelemparan batu jauhnya ke belakang, beberapa prajurit bersiap pada posisi masing-masing. Mirina membiarkan rambutnya yang lurus sepanjang pinggang menari-nari dibuai angin dingin. Kendati usianya sudah tidak muda lagi, tidak terlalu nampak gurat-gurat usia pada wajahnya. Malah masih terukir jelas sisa-sisa kecantikan masa mudanya. Di luar mantel tebal yang dikenakannya, Mirina menggunakan selubung sihir untuk melindunginya dari guyuran bulir salju dan dinginnya cuaca di luar.
Yang jelas dia sekarang sedang menunggu. Menunggu sesuatu yang penting.
Tak lama kemudian, udara di hadapannya seperti terbelah tiba-tiba. Muncul cahaya biru terang benderang seukuran pintu istananya. Dari dalam cahaya keluar seorang penyihir lainnya, mengenakan tanda kebesaran di kepalanya dan langsung mengumpat begitu kulitnya disapa dengan hawa yang dingin menggigit. Tangan kirinya menggenggam tongkat sihir berujung batu mulia berwarna ungu berkilauan. Penyihir berwajah kokoh itu pun segera memasang selubung sihir seperti yang digunakan Mirina.
“Selamat datang, Enror,” sapa Mirina ramah dan berwibawa.
“Aku semestinya selalu ingat untuk mengenakan pakaian yang lebih tebal saat berkunjung ke sini,” sahut Enror. Dia adalah raja kerajaan Ametys, generasi kedua penyihir Basaman yang kemudian dipanggil Ametys, pendiri kerajaan itu.
“Oh ya, kamu sudah tahu rencana kedatangan kami?”
“Aku mendapat pesan dari Orion. Tapi hanya sampai disitu saja,” sahut Mirina.
Dari belakang Enror menyusul pula Orion. Reaksinya hampir sama dengan reaksi Enror sebelumnya.
“Sebentar lagi musim dingin mencapai puncaknya,” sambut Mirina.
“Pantas saja dingin begini.” Orion segera memasang selubung sihir untuk mengenyahkan hawa dingin.
“Mari saudara-saudara, kita ke dalam istana yang hangat.”
Mirina mengajak kedua raja lalu melangkah dengan anggun kembali ke istana. Enror dan Orion mengikuti.
“Mestinya ada sesuatu yang sangat penting terjadi, sehingga kalian meninggalkan kerajaan kalian ke tempat ini?”
Mirina adalah penyihir pembaca pikiran yang handal, tapi demi kesopanan dia tidak berusaha membaca pikiran penyihir-penyihir di belakangnya.
Orion menoleh ke Enror, sepertinya meminta Enror untuk berbicara. Tapi Enror menunjukkan isyarat sebaliknya.
“Ya, benar Ratu. Kejadian menggemparkan tengah terjadi di salah satu kerajaan manusia. Tetapi mungkin hampir seluruh kaum sihir di tengah Gopalagos mengetahuinya,” Orion pun membuka penjelasannya.
Langkah Mirina melambat, “Apa yang terjadi?” tanyanya.
“Putri raja Philos beberapa hari yang lalu terkena semacam sihir hitam…”
Kening Mirina berkerut.
“Sejak pertama kali terkena sihir itu, dia terus tertidur tanpa bisa dibangunkan lagi. Tanda-tanda kehidupan tetap berjalan, nadinya berdenyut, darahnya mengalir, namun kesadarannya benar-benar di titik paling nadir.”
“Lebih baik langsung saja katakan dia terkena kutuk Tidur Abadi!” sergah Enror tidak sabaran.
Mirina terkejut.
“Siapa gerangan penyihir yang berani melakukannya?” tanyanya.
“Sayang sekali kami sama sekali belum mengetahui jawaban pertanyaan itu,” sahut Orion.
“Makanya Orion mengajakku ke sini untuk meminta pertimbangan sebagai sesama pemimpin kaum sihir,” sambung Enror.
“Ya, aku mengerti. Selama beberapa hari ini aku terus mendapat penglihatan lewati mimpi kalau sesuatu yang besar akan terjadi. Mungkin kasus ini penyebabnya.”
“Kami butuh denah istana Basalto sebelum jadi puing-puing.”
Langkah Mirina terhenti dan dia menatap Enror serta Orion bergantian.
“Jangan bilang kalian hendak kembali ke sana?”
“Memulai dari tempat sihir-sihir hitam dikubur bisa jadi awal yang baik, Ratu Mirina. Kita tahu kalau semenjak kerajaan Basalto jatuh, tidak pernah lagi ada sihir hitam seperti ini,” sahut Orion.
Mereka telah sampai di pintu depan istana Ruby. Para prajurit yang berjaga memberi hormat takzim.
“Sekali lagi, selamat datang di istana kerajaan Ruby,” ucap Mirina dengan suara datar.
“Kita berdiskusi di balkon favoritku, sambil menikmati minuman hangat.”
Orion sepakat. Enror kelihatan senang.
“Ah, akhirnya ada yang menawari kita minuman…”
***
(bersambung)
pertama kali ditayangkan diblog planet-fiksi.blogspot.comdalam rangka event
#Tantangan100HariMenulisNovelFC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H