Tak lama kemudian, udara di hadapannya seperti terbelah tiba-tiba. Muncul cahaya biru terang benderang seukuran pintu istananya. Dari dalam cahaya keluar seorang penyihir lainnya, mengenakan tanda kebesaran di kepalanya dan langsung mengumpat begitu kulitnya disapa dengan hawa yang dingin menggigit. Tangan kirinya menggenggam tongkat sihir berujung batu mulia berwarna ungu berkilauan. Penyihir berwajah kokoh itu pun segera memasang selubung sihir seperti yang digunakan Mirina.
“Selamat datang, Enror,” sapa Mirina ramah dan berwibawa.
“Aku semestinya selalu ingat untuk mengenakan pakaian yang lebih tebal saat berkunjung ke sini,” sahut Enror. Dia adalah raja kerajaan Ametys, generasi kedua penyihir Basaman yang kemudian dipanggil Ametys, pendiri kerajaan itu.
“Oh ya, kamu sudah tahu rencana kedatangan kami?”
“Aku mendapat pesan dari Orion. Tapi hanya sampai disitu saja,” sahut Mirina.
Dari belakang Enror menyusul pula Orion. Reaksinya hampir sama dengan reaksi Enror sebelumnya.
“Sebentar lagi musim dingin mencapai puncaknya,” sambut Mirina.
“Pantas saja dingin begini.” Orion segera memasang selubung sihir untuk mengenyahkan hawa dingin.
“Mari saudara-saudara, kita ke dalam istana yang hangat.”
Mirina mengajak kedua raja lalu melangkah dengan anggun kembali ke istana. Enror dan Orion mengikuti.
“Mestinya ada sesuatu yang sangat penting terjadi, sehingga kalian meninggalkan kerajaan kalian ke tempat ini?”