Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Tangisan Viona
---
“Kumohon, Ratu.” Emerald buka suara. Bagaimana pun juga dia memahami perasaan Viona sebagai sesama wanita. Tapi dia harus membantu menjauhkan Viona dan Daestar dari musibah yang sedang mengancam di depan mata ini. “Dengarkan kata-kata Raja. Paling tidak bawa Daestar ke tempat yang aman untuk sementara waktu.”
Tangis Viona pun pecah. Daestar memandang tidak mengerti ke wajah ibunya. Lalu Viona membalikkan badan dan segera beranjak tergopoh-gopoh kembali ke dalam istana.
Emerald bernapas lega.
“Lihatlah, Thores. Belum apa-apa, keluargamu sudah harus merasakan akibatnya,” seru Ruby.
“Brengsek! Kalianlah penyebab ini semua,” geram Basalto.
Dia lalu berteriak lantang,
“Para prajurit! Aku memberi kalian izin untuk menyerang jika mereka maju selangkah saja ke arah padepokan. Tidak usah pedulikan kebesaran mereka. Mereka memang Raja di wilayah mereka, tetapi dengan tidak mematuhi Rajamu di tempat ini, perlakukan mereka sama seperti pemberontak.”
Darah Ruby, Emerald dan Ametys jadi mendidih mendengar perintah itu.
Jika diperhatikan baik-baik sejumlah prajurit seperti nampak ragu-ragu. Mereka merasa tidak semestinya menyerang pemimpin-pemimpin kaum sihir di hadapan mereka. Tetapi mau tidak mau mereka tetap harus mematuhi perintah Raja mereka.