Dia menangkap desah kesedihan dari alam, hanya bentuknya cukup samar sehingga dia masih ragu menyimpulkan.
Bersamaan dengan itu, aroma roti bakar perlahan-lahan menggelitik indera penciumannya.
“Ah, aku kalah oleh roti bakar kali ini. Baiklah, Semesta. Mudah-mudahan bukan bencana dahsyat yang hendak kamu sampaikan. Sampai ketemu esok pagi.”
Ametys pun menghilang di balik pintu yang menghubungkan gedung istana dan taman di atas atap.
Tapi sepertinya tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan teka-teki alam pagi ini.
Siang harinya, seekor merpati pengantar pesan hinggap di salah satu jendela, persis di jendela kamar tidur Raja dan Ratu. Di kaki merpati itu, tersemat gulungan kecil surat berwarna kuning. Itu penanda kalau surat itu berisi pesan penting dan harus segera disampaikan.
Ratu yang pertama kali menemukan merpati dan surat itu pun cepat-cepat membawa surat tersebut kepada suaminya.
Saat itu Ametys sedang berada di mengamati di kandang khusus tempat anak-anak er dibesarkan. Er yang biasa ditungganginya telah uzur sehingga dia harus mulai memilih er pengganti secepatnya.
Saat membaca isi surat, Ametys terperanjat hebat.
“Ini tidak mungkin!”
“Apa yang terjadi, Yang Mulia?” tanya Ratu.