Tuan Putri benar-benar menikmati petualangannya, senyumnya merekah seindah pagi. Sesekali dia berteriak lepas pada matahari. Beberapa ekor kelinci penghuni pinggiran hutan sampai terusik oleh keributan kecil itu.
Putri Talia berhenti sejenak. Dahan-dahan dan pucuk pepohonan hutan Chitura telah nampak di depan matanya. Sambil mengelus leher Heidy, dia membisikkan sesuatu. Mungkin kata-kata pemberi semangat atau semacamnya. Yang jelas Heidy mengerti pesan itu karena dia segera membalas dengan ringkihan khasnya.
Terdengar tawa kecil Putri Talia.
Tapi tiba-tiba keanehan terjadi. Tubuh Tuan Putri limbung, dan seperti daun di musim gugur, dia terjatuh dari atas pelana. Untung saja dia jatuh di atas rerumputan empuk.
Mata Tuan Putri terkatup rapat. Tubuhnya tergeletak kaku.
Heidy yang juga terheran-heran mencoba mengusik dengan menyundul-nyundul halus kaki tuannya. Tapi Tuan Putri tetap terdiam, tak sadarkan diri.
Â
(bersambung)
Â
Ditayangkan pertama kali di FB Notes penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H