“Selamat pagi, Tuan Putri,” sapa Abner, pengasuh kuda-kuda milik keluarga kerajaan. Kendati hanya pekerja kasar dan rendah, ketulusan terpancar dari wajahnya yang kokoh.
“Ah, Abner… Aku pernah bilang, bukan? Jika tak ada pengawal yang mengikutiku, panggil saja namaku.”
Abner tersenyum.
“Saya tidak berani berlaku lancang. Lagipula... pengawal-pengawal Tuan Putri sering muncul tiba-tiba.”
“Tapi tidak sesegera itu. Aku tadi menyelinap keluar diam-diam. Hari ini, aku ingin berkuda sendirian saja, Abner. Menerobos ilalang, mengejar rusa di hutan Chitura, dan bermain sepuasnya dengan Heidy.”
“…dan saya tidak akan membiarkan itu terjadi, Tuan Putri. Raja bisa-bisa memenggal leherku. ”
Putri Talia tersenyum.
“Ayahku terlalu baik untuk melakukannya padamu, Abner. Kita lihat sejauh mana kau bisa mencegahku, tolong bawakan Heidy.”
Abner terlihat ragu. Tapi dia tetap beranjak masuk ke dalam istal.
Heydi adalah kuda betina yang manis namun kekar. Surainya yang berwarna coklat keemasan mengangguk-angguk seiring derap langkahnya.
“Heydi juga tidak sabar ingin bermain bersama anda, Tuan Putri. Sejak tadi di dalam kandang dia gelisah, dan sepertinya dia gembira sekali saat ini,” tutur Abner di antara ringkihan Heidy.