Wajahnya yang familier justru menjadi kutukan baginya.
Esok paginya, ia dan Claretta digiring ke sebuah rumah peternakan di dekat danau Como. Sebuah regu tembak sudah menanti. Kata-kata terakhirnya: "Jangan! Jangan!"
Akhir dari Ambisi Sang Pemimpin
Pada jam 3 subuh, 29 April 1945, sebuah truk kuning berhenti di Piazzale Loreto, sebuah alun-alun simpang lima di kota Milan, Italia. Di lapangan yang sama setahun sebelumnya, rezim Il Duce mengeksekusi 15 orang yang dianggap anti-Fasisme.
Dalam kabut pekat pagi itu, mayat Mussolini dilemparkan dari dalam truk, diikuti 16 mayat laki-laki lain dan sebuah mayat perempuan. Sebuah ironi sejarah dipertontonkan dengan lugas.
Mayat Mussolini dilemparkan dari dalam truk, diikuti 16 mayat laki-laki lain dan sebuah mayat perempuan.
Pada pukul 8, stasiun radio oposisi "Milan Merdeka" menyiarkan pengumuman bahwa iblis gundul itu telah mati dan mayatnya tersedia untuk dicerca di "Lapangan 15 Martir."
Segera berbondong-bondong orang berkumpul untuk memberikan pelecehan terakhir. Kedelapan belas mayat itu habis diinjak-injak. Tidak terhitung ludah dan dahak di sekujur tubuh mereka.
Dua orang menendang rahang Mussolini sampai lepas dari engselnya. Satu matanya copot. Seorang perempuan menembak kepalanya dengan pistol lima kali. Katanya, satu peluru mewakili setiap putranya yang mati terbunuh dalam perang yang disulut rezim Mussolini sejak 1935. Sebuah karung dibakar dan dilemparkan ke wajahnya.
Seorang perempuan lain tanpa malu jongkok lalu mengencingi wajah mayat yang rusak itu. Seorang laki-laki menyumpal mulutnya yang menganga dengan bangkai tikus. "Ayo pidato sekarang!" teriaknya berulang-ulang. Namun, amuk massa belum reda.
Ketika seorang mengangkat mayat Mussolini untuk mempertontonkannya, orang-orang berteriak-teriak: "Lebih tinggi! Lebih tinggi! Biar dilihat semua! Gantung saja seperti babi!" Segera, mayat Musolini, selingkuhannya, dan empat yang lain diikat dan digantung terbalik di tiang-tiang bekas stasiun minyak.