Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bila Pengguna E-Wallet Meninggal, Bagaimana Nasib Saldonya?

4 Mei 2019   10:37 Diperbarui: 5 Mei 2019   20:39 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selaras dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan oleh Bank Indonesia 2014 silam, semakin banyak orang memakai uang elektronik sebagai alat pembayaran. Umumnya kita mengenal dua jenis uang elektronik.

Pertama adalah e-money yang berbentuk kartu (chip-based). Contohnya, Flazz (BCA), e-money (Mandiri), Tap Cash (BNI), Brizzi (BRI), dan JakCard (Bank DKI). Uang kartu ini biasanya dipakai untuk membayar tol, parkir, tiket kereta, dsb.

Yang kedua adalah e-wallet yang berbentuk aplikasi (server-based). DOKU, Dompetku, Saku, OVO adalah beberapa di antaranya. Demi alasan kepraktisan dan keluasan jaringan merchant, banyak orang beralih menggunakan e-wallet. Saya salah satunya.

Sejak akhir tahun 2016, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) mengembangkan GoPay untuk mendukung ekosistem layanan GoJek. Pelanggan GoJek seperti saya sekarang terbiasa membayar berbagai tagihan seperti Indihome, BPJS, dan PLN melalui GoPay.

Belakangan saya juga tertarik menggunakan LinkAja. Layanan dompet digital BUMN ini merupakan gabungan dari layanan uang elektronik beberapa bank plat merah (Himbara) antara lain e-cash (Mandiri), Unikqu (BNI), T-Cash serta T-Money dari Telkom.

Keduanya memungkinkan pengguna melakukan pencairan saldo. Setelah melakukan upgrade layanan, dengan melengkapi persyaratan administrasi tertentu, pengguna dapat menyimpan saldo sampai Rp 10 juta.

Dengan kemampuan menyimpan saldo sebesar itu, apa yang terjadi bila sang empunya e-wallet tiba-tiba meninggal? Dapatkah saldo yang tersisa dalam akunnya ditarik/dikembalikan kepada ahli waris? Bila tidak, lalu dikemanakan uang itu?

Antara Keamanan dan Warisan
Layanan e-wallet menerapkan kode Personal Identification Number (PIN) sebagai salah satu fitur keamanannya. Setiap kali pengguna melakukan pembayaran (kecuali layanan transportasi), ia diminta memasukkan nomor kode PIN. Semacam private-key bagi pemilik BitCoin.

Biasanya, demi alasan kepraktisan, pengguna menyamakannya dengan PIN rekening, kartu debit, dll. Jarang sekali kode PIN yang rahasia itu dibagikan kepada orang lain. Bahkan, tidak jarang, istri atau suami tidak mengetahui PIN aplikasi e-wallet pasangannya. Maka, apabila sesuatu terjadi pada pasangan, atau salah satu anggota keluarga, saldo yang tersisa dalam aplikasi tidak dapat dipindahtangankan.

Pada awal bulan Juli 2018 yang lalu, seorang penumpang ojek daring dijambret dari atas sepeda motor. Akibat kuatnya tarikan, korban terjatuh dan terkapar di tengah jalan. Korban  segera dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak terselamatkan. Bagaimana seandainya di dalam akun si korban masih menyimpan Rp 9.900.000? Merupakan hal yang wajar bila keluarga yang berduka dapat mewarisi harta almarhum.

Perbandingan Aturan GoPay dan LinkAja
Menilik pada aplikasi GoJek, kita akan menemukan ketentuan yang secara eksplisit mengatur perihal pewarisan saldo. Dalam laman "Ketentuan Layanan" poin 10.4 tentang "Pengakhiran" tertulis sebagai berikut.

"Dalam hal kematian, ahli waris anda yang sah dengan pemberitahuan kepada kami dalam 14 (empat belas) hari kerja setelah kematian, dengan pernyataan yang sah yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau keputusan pengadilan yang final dan mengikat, dapat mengklaim saldo Go-Jek Credit Anda, namun terbatas pada nilai uang elektronik anda dan tidak termasuk jumlah nilai yang setara dengan nilai uang."

Intinya, sisa saldo almarhum/ah pemilik e-wallet dapat dikembalikan oleh PT AKAB bila ahli waris mengurus kelengkapan administrasi yang diperlukan dalam periode maksimal 2 minggu. Cukup jelas dan adil bagi saya.

Bagaimana dengan LinkAja?

Dalam laman "Syarat dan Ketentuan", pengguna dapat menemukan aturan yang mirip di bawah tajuk "Pemblokiran dan Pengakhiran LinkAja". Dalam poin 9 tertera aturan sebagai berikut.

"Dalam hal pengakhiran LinkAja, Pemegang LinkAja berhak mendapatkan pengembalian sisa saldo yang tersisa, setelah dikurangi biaya-biaya terhutang apabila ada, namun apabila setelah diperhitungkan biaya-biaya terhutang lebih besar dari sisa saldo Pemegang LinkAja, maka Pemegang LinkAja wajib melunasi kewajibannya tersebut."

Dari poin 9 di atas, belum tampak ketentuan yang rinci terkait pewarisan sisa saldo. Bagaimana dengan poin 10?

"Pemegang LinkAja dengan ini menyatakan bertanggung jawab sepenuhnya dan karenanya membebaskan Finarya dari segala tuntutan dalam bentuk apapun dari pihak ketiga manapun termasuk suami dan/atau istri dan/atau ahli waris Pemegang sehubungan dengan proses pemblokiran dan/atau pengakhiran Layanan LinkAja."

Nah, ini sulit dicerna. Bunyi aturan di atas seakan memutus hak ahli waris untuk menuntut pengembalian atas sisa saldo e-wallet almarhum.

Kurang puas, saya mencoba untuk meminta keterangan tambahan melalui nomor hotline yang diarahkan melalui aplikasi. Beberapa kali operator meminta waktu untuk berkoordinasi di belakang layar. Akhirnya, solusi yang diberikan adalah agar ahli waris mendatangi Grapari terdekat.

Lindungi Hak Ahli Waris
Ketika papa mertua saya meninggal tahun 2017 silam, keluarga menemukan kartu jaminan hari tua tersimpan di dalam dompet. Setelah diurus, mereka memperoleh sejumlah sisa dana yang masih bisa dicairkan. Tidak banyak, tetapi cukup untuk membantu biaya penguburan.

Saat ini disinyalir terdapat sebanyak 113,5 juta pengguna uang elektronik non-bank, 60,3 juta pengguna layanan yang dikeluarkan bank (cnbcindonesia.com; 5/4/2019). Mengingat potensi pemanfaatan layanan e-wallet di masa depan, aturan perlindungan sisa saldo pengguna sebaiknya jelas dan transparan. Untuk itu diperlukan campur tangan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Sebagai perbandingan, Amerika yang sejak tahun 2007 telah mengenal layanan e-wallet tampaknya juga belum merinci aturan tentang pewarisan saldo. Kondisinya mirip seperti pemilik BitCoin yang hanya mengamanatkan agar pemilik menyalin private-key dan mempercayakannya kepada ahli waris sebelum meninggal.

Penyedia layanan e-wallet terbesar India, PayTM, memiliki aturan yang lebih jelas. Ahli waris dapat mengatur ulang akun almarhum setelah menghubungi penyedia layanan dan menyerahkan sertifikat kematian sebagai bukti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun