Meski menganut agama yang berbeda dan minoritas, penduduk Sulawesi Utara menerima dan mencintai Tuanku Imam Bonjol. Bagi mereka, siapapun yang melawan penjajah adalah saudara kandung dari rahim ibu pertiwi. Memang Belanda telah memanfaatkan tanah mereka sebagai tempat pembuangan, tetapi itu justru membuka mata mereka terhadap penderitaan saudara-saudara di pulau lain.
Saya sendiri mensyukuri keberadaan makam Tuanku Imam Bonjol di sini. Saya membayangkan, setiap anak Sekolah Minggu yang mengunjungi nisan ini akan bertanya, "Mengapa ulama dari Pagaruyung ada di tanah misionaris kita?" Lantas, pikiran mereka akan dibukakan terhadap perjuangan bangsa kita yang besar.
Jadi, dalam kesunyiannya, jasad sang pahlawan dapat terus mengkhotbahkan perjuangannya yang abadi: Persatuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H