Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jangan Merendahkan Kaum Disabilitas Mental dalam Iklan Kampanye

9 April 2019   15:25 Diperbarui: 9 April 2019   18:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah babak film Fiddler On the Roof, Tevye diundang ke kediaman Lazar Wolf, pedagang daging yang kaya. Setelah menyejukkan tamunya dengan minuman keras, Lazar membuka suara.

"Reb Tevye, saya kira Anda tahu mengapa saya mengundang Anda."

"Oh ya, saya tahu. Tapi tak ada gunanya membicarakannya", jawab Tevye sambil menghirup minuman itu.

Lazar mulai gugup. Ia menarik janggutnya.

"Tevye, aku mengerti perasaan Anda. Tapi Anda, kan masih memiliki beberapa lagi seperti dia."

Tevye menarik alisnya. "Sekarang Anda menginginkan satu, tapi besok Anda mungkin menginginkan dua."

"Dua?" tanya Lazar dengan heran. "Apa yang akan saya lakukan dengan dua?"

Tevye menyambar. "Ya, sama seperti yang Anda lakukan dengan satu."

Lazar termangu. Ia mencoba cara lain untuk membujuk Tevye.

"Tevye, ini sangat penting bagi saya . . . Terus terang, saya kesepian."

Tevye meletakkan gelas slokinya.

"Lazar, apa yang Anda bicarakan? Apa yang bisa dilakukan sapi kecil itu untuk menemani Anda?"

"Sapi? Begitukah Anda memanggilnya?" Suara Lazar meninggi.

"Ya, memangnya bagaimana lagi saya memanggilnya? Begitulah dia", Tevye menimpali.

"Reb Tevye, Anda tidak tahu apa yang sedang Anda bicarakan."

"Tentu saja saya tahu. Kita sedang membicarakan anak sapi saya yang mau Anda beli dari saya."

Meledaklah tawa Lazar. Kini ia menyadari kesalahpahaman di antara mereka. Ia hendak meminang putri Tevye, sedangkan Tevye mengira dia hendak membeli anak sapinya.

Salah paham tidak selalu buruk. Seringkali kesalahpahaman justru berujung tawa. Mungkin itulah harapan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ketika merilis iklan kampanye mereka yang terbaru. Bila penonton terpingkal-pingkal, maka otak pun rileks dan mau menerima gagasan yang ditawarkan. Sayangnya, iklan tersebut mengundang lebih banyak kritik daripada tawa.

Bila penonton terpingkal-pingkal, maka otak pun rileks dan mau menerima gagasan yang ditawarkan.

Sudahkah Anda menonton iklan yang saya maksud? Kalau belum, silakan menontonnya terlebih dulu.


Iklan yang Berbuah Petisi

Iklan terbaru PKS berkisah tentang seorang penderita gangguan jiwa (disabilitas mental) yang tiba-tiba naik dan membawa kabur sebuah truk ketika sang supir turun sejenak. Celakanya, istri sang supir masih di dalam kabin. Mengetahui truknya dibajak, sang supir truk segera mengejar dengan sepeda motor yang dikendarai temannya. Tiba-tiba pengejaran harus berhenti karena di depan ada razia polisi. Pembonceng menyadari bahwa SIM-nya sudah "mati".

Sampai pada detik ini mungkin penonton akan tertegun atas sejumlah ketidaksinkronan. Apa kaitannya antara orang "sarap" itu, truk yang dibajak, dan razia SIM oleh kepolisian? Baru di akhir iklan kita memperoleh penjelasan.

Pesan dari iklan tersebut adalah ajakan untuk mencoblos partai PKS yang menjanjikan SIM seumur hidup dan STNK bebas pajak. Itulah beberapa program anyar andalan PKS jika lolos dari ambang batas parlemen nanti. Selain itu, iklan tersebut secara tersirat menyuarakan penolakan PKS, dan partai-partai lain di kubu BPN, terhadap hak pilih para penyandang disabilitas mental.

Pesan dari iklan tersebut adalah ajakan untuk mencoblos partai PKS yang menjanjikan SIM seumur hidup dan STNK bebas pajak.

Jika Anda tidak tertawa, jangan menyalahkan diri sendiri.

Banyak orang menyesalkan iklan tersebut (dan video-video lain) yang menjadikan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sebagai objek olok-olok. Bahkan, sudah ada petisi untuk menolaknya (https://www.change.org/p/kpu-id-stop-iklan-kampanye-pemilu-yang-menstigma-disabilitas-mental?signed=true).

Melalui petisi tersebut Aliansi Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa meminta PKS agar mencopot tayangan iklan kontroversial tersebut. Mereka juga meminta agar semua tayangan lain yang merendahkan ODGJ dihapuskan. Total ada 11 video yang dimaksud. Beberapa di antaranya sebagai berikut:

"Ngakak orang gila memilih Presiden"


"Kocak Sosialisasi ke Orang Gila" 


Menanti Dampak Iklan Kontroversial terhadap Elektabilitas

Ini bukan pertama kalinya PKS mengeluarkan iklan yang kontroversial. Dan, survei membuktikan, iklan-iklan PKS yang kontroversial seringkali berdampak negatif terhadap perolehan suara. Data-data berikut dikutip dari laman https://tirto.id/kontroversi-iklan-pks-membidik-simpati-berujung-antipati-dlkR.

Menjelang Pemilu tahun 2009, partai berlambang sabit dan padi itu merilis Soeharto sebagai salah satu guru bangsa. Saat Pemilu digelar, perolehan suara PKS berkurang sekitar 100 ribu dibandingkan Pemilu 2004.

Pada Pemilu 2014, PKS merilis iklan tentang statistik kasus korupsi para elit parpol. Tampaknya, penonton mencium kemunafikan, sebab pada tahun yang sama, Luthfi Hasan terjerat kasus suap. Akibatnya, pada tahun itu PKS kehilangan 17 kursi di DPR.

Ini membuktikan keabsahan penelitian yang diadakan oleh Matthew P. Motta dan Erika Franklin Fowler (2016). Mereka menyimpulkan bahwa dampak iklan kampanye memang kecil tetapi tidak berarti selalu terprediksi. Ada banyak faktor lain yang memengaruhi efektivitas sebuah iklan kampanye. Di antaranya, isi dari pesan yang disampaikan, target individu yang menonton, dan situasi kontekstual.

Ada banyak faktor lain yang memengaruhi efektivitas sebuah iklan kampanye. Di antaranya, isi dari pesan yang disampaikan, target individu yang menonton, dan situasi kontekstual.

Sementara ini banyak lembaga survei meloloskan PKS dari ambang batas parlemen dengan persentase 4,5%-6%. 

Baca pula

https://www.kompasiana.com/prayitnoramelan/5cab0037a8bc1571bf1f7662/prediksi-intelijen-untuk-pileg-2019-hanya-9-parpol-yang-lolos-ke-senayan 

Namun, bisa jadi keluarnya iklan tersebut akan membuyarkan elektabilitas PKS. Pesan moral: Jangan merendahkan ODGJ.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun