Artikulo Uno Productions memproduksi trilogi kisah jenderal-jenderal masa revolusi Filipina. Yang pertama berjudul Heneral Luna (2015), yang awalnya saya pikir film Spanyol. Kedua, Goyo: Ang Batang Heneral (The Boy General), mengisahkan tentang jenderal Gregorio Del Pilar (2018). Dan yang ketiga masih dalam tahap produksi.
Kisah hidup kedua jenderal yang disebutkan di atas berakhir dengan tragedi. Namun, yang paling tragis adalah yang pertama. Mengapa?
Jika di Indonesia Jenderal Besar pertamanya, Sudirman, dielu-elukan, dipuji, dan disayangi presiden pertama, Soekarno, tidak demikian halnya di Filipina. Jenderal Besar pertamanya justru dibenci kabinet, dan ditengarai dibunuh oleh presidennya sendiri.
Jenderal Luna tidak mati dalam pertempuran melawan penjajah. Dia dicincang di halaman istana presiden di Kabanatuan.
Masa Remaja Hingga Angkat Senjata
Antonio Luna de San Pedro lahir pada 9 Oktober 1866 di Manila, anak ketujuh dari seorang pedagang keliling. Dididik oleh Maestro Intong yang termasyhur, pada usia 15 tahun ia sudah memperoleh gelar Bachelor of Arts.
Pada tahun 1890 Luna pindah mengikuti kakaknya, Juan, untuk melanjutkan studi di Madrid. Di sana ia memperoleh gelar doktor dari Universidad Central de Madrid pada usia 27 tahun. Spesialisasinya adalah bakteriologi dan histologi.
Ia pernah menerbitkan sebuah makalah ilmiah tentang malaria yang diterima dengan pujian di kalangan ilmuwan. Maka, pemerintah Spanyol memintanya mengabdi sebagai spesialis dalam penyakit-penyakit tropis. Namun, ia memilih pulang ke Filipina untuk menjadi kepala ahli kimia di Laboratorium Munisipal Manila. Ketika itu Filipina dijajah Spanyol.
Di kota itu pula, ia dan Juan mendirikan klub anggar. Dari situ ia mulai berkenalan dengan gerakan revolusi bawah tanah, Katipunan, yang awalnya ia tentang. Luna lebih menyukai reformasi birokrasi daripada revolusi kemerdekaan.
Naas, ia ditangkap juga dan diasingkan ke Spanyol. Tidak lama, sebab pengadilan mengampuninya atas usaha seorang pelukis terkenal.
Kembali ke Filipina untuk kedua kalinya, sikap Luna terhadap pemerintahan kolonial berubah total. Ia siap mengangkat senjata dan mulai belajar ilmu militer. Kelak, perang gerilya, reorganisasi militer, dan penguatan benteng adalah strategi-strategi yang menjadi ciri khasnya.
Menjadi Heneral
Luna adalah orang pertama yang mencium keganjilan atas berlabuhnya pasukan Amerika di Manila pada bulan Agustus 1898. Padahal, sejak Juni 1898, pasukan-pasukan Filipina telah berhasil mengepung Filipina. Menurut insting militer Luna, mereka harus segera masuk dan menduduki kota benteng itu. Namun Aguinaldo, pemimpin revolusi yang telah diangkat menjadi presiden, termakan janji-janji manis Jenderal Wesley Merritt dan Komodor George Dewey ketika di Hongkong. Ia percaya kedatangan Amerika bermaksud baik untuk memastikan penyerahan kekuasaan dari Spanyol ke Filipina.