Habitus merujuk pada disposisi dan pola pikir yang terbentuk oleh pengalaman individu. Dalam konteks perpajakan, habitus dapat mempengaruhi bagaimana individu memahami kewajiban pajak mereka. Misalnya:
Pendidikan dan Kesadaran Pajak: Individu dengan pendidikan yang lebih tinggi mungkin memiliki habitus yang lebih mendukung kepatuhan pajak, karena mereka lebih memahami pentingnya kontribusi pajak bagi pembangunan sosial.
Norma Sosial: Di masyarakat di mana kepatuhan pajak dianggap sebagai norma sosial, habitus individu akan cenderung mengarah pada perilaku yang mematuhi peraturan perpajakan.
2. Modal dalam Perpajakan
Bourdieu membedakan beberapa jenis modal yang berperan penting dalam konteks perpajakan:
Modal Ekonomi: Individu atau perusahaan dengan modal ekonomi yang kuat mungkin memiliki lebih banyak sumber daya untuk menghindari pajak melalui perencanaan pajak yang kompleks. Mereka dapat memanfaatkan celah hukum dan strategi penghindaran pajak.
Modal Sosial: Jaringan relasi sosial dapat memfasilitasi akses informasi tentang kewajiban pajak dan strategi penghindaran. Individu dengan modal sosial yang tinggi mungkin lebih mampu mendapatkan nasihat dari profesional pajak atau terlibat dalam diskusi yang meningkatkan pemahaman mereka tentang sistem perpajakan.
Modal Budaya: Pengetahuan tentang sistem perpajakan dan cara kerjanya juga merupakan bentuk modal budaya. Individu dengan modal budaya yang tinggi cenderung lebih patuh terhadap kewajiban pajak karena mereka memahami manfaatnya bagi masyarakat.
3. Arena (Field) dalam Sistem Perpajakan
Arena atau lapangan adalah konteks di mana interaksi sosial terjadi. Dalam sistem perpajakan:
Struktur Perpajakan: Arena perpajakan mencakup lembaga pemerintah, badan legislatif, dan masyarakat sipil. Interaksi antara aktor-aktor ini menentukan bagaimana kebijakan perpajakan diterapkan dan dipatuhi.