Mohon tunggu...
PHANJI MAULANA ZAELULMUTAQIN
PHANJI MAULANA ZAELULMUTAQIN Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akutansi - NIM 55523110039 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.si,Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 - Memahami Peluang dan Tantangan Perpajakan Contollled Foreign Company

25 November 2024   22:04 Diperbarui: 25 November 2024   22:29 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendekatan Teori Pierre Bourdieu dalam Perpajakan

Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis, mengembangkan teori yang mengaitkan praktik sosial dengan konsep habitus, modal, dan lapangan (field). Dalam konteks perpajakan, pendekatan ini dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana individu dan kelompok berinteraksi dengan sistem perpajakan, serta bagaimana modal yang mereka miliki memengaruhi kepatuhan dan strategi perpajakan mereka.

Konsep Utama Bourdieu

  • Habitus: Merupakan struktur mental dan disposisi yang dibentuk oleh pengalaman individu. Habitus mempengaruhi cara individu berperilaku dan membuat keputusan dalam konteks sosial tertentu.
  • Modal: Bourdieu mengidentifikasi beberapa bentuk modal:
  • Modal Ekonomi: Sumber daya finansial yang dimiliki individu.
  • Modal Budaya: Pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan yang dimiliki individu.
  • Modal Sosial: Jaringan relasi sosial yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan tertentu.
  • Modal Simbolik: Pengakuan dan prestise yang diperoleh individu dalam masyarakat.

Lapangan (Field): Merujuk pada arena sosial di mana individu berinteraksi dan bersaing. Dalam konteks perpajakan, lapangan ini mencakup pemerintah, wajib pajak, dan lembaga-lembaga terkait.

Aplikasi Teori Bourdieu dalam Perpajakan

Dalam analisis perpajakan menggunakan teori Bourdieu, beberapa aspek penting perlu diperhatikan:

Kepatuhan Pajak: Modal budaya dan sosial dapat memengaruhi tingkat kepatuhan pajak. Individu dengan modal budaya yang lebih tinggi mungkin lebih memahami kewajiban perpajakan mereka dan lebih cenderung untuk mematuhi peraturan pajak.

Strategi Penghindaran Pajak: Individu atau perusahaan dengan modal ekonomi yang besar mungkin memiliki lebih banyak sumber daya untuk menghindari pajak melalui perencanaan pajak yang kompleks. Mereka dapat menggunakan jaringan sosial (modal sosial) untuk mendapatkan informasi tentang celah hukum dalam sistem perpajakan.

Distinction dan Identitas Sosial: Pilihan untuk membayar atau menghindari pajak juga dapat dipengaruhi oleh keinginan untuk membedakan diri dari kelompok sosial lain. Misalnya, individu dari kelas menengah mungkin merasa tertekan untuk menunjukkan kepatuhan pajak sebagai bentuk legitimasi status sosial mereka.

Pendekatan teori Pierre Bourdieu memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana faktor-faktor sosial dan budaya memengaruhi perilaku perpajakan. Dengan memahami interaksi antara habitus, modal, dan lapangan, kita dapat lebih baik menganalisis dinamika kepatuhan pajak dan strategi penghindaran pajak dalam masyarakat. Teori ini memungkinkan kita untuk melihat perpajakan tidak hanya sebagai kewajiban hukum tetapi juga sebagai praktik sosial yang dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dan hubungan antarindividu

Memahami Peluang dan Tantangan Perpajakan Controlled Foreign Company di Indonesia Pendekatan Teori Pierre Bourdieu

Dialektika internalisasi eksterior merujuk pada proses di mana individu menyerap dan menginternalisasi nilai-nilai, norma, dan realitas sosial yang berasal dari lingkungan eksternal mereka. Konsep ini berkaitan erat dengan teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Peter Berger dan Thomas Luckmann, di mana mereka menjelaskan bahwa realitas sosial dibangun melalui interaksi antara individu dan masyarakat dalam tiga tahap dialektis: eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Proses Dialektika

Eksternalisasi: Ini adalah tahap di mana individu mengekspresikan diri mereka ke dalam dunia luar, baik melalui tindakan fisik maupun mental. Dalam proses ini, individu berusaha untuk memperkuat eksistensi mereka dalam masyarakat dengan menciptakan makna dan nilai-nilai baru yang kemudian menjadi bagian dari struktur sosial.

Objektivasi: Setelah proses eksternalisasi, hasil dari ekspresi individu menjadi realitas objektif yang dapat dikenali oleh orang lain. Realitas ini kemudian dianggap sebagai fakta sosial yang ada di luar individu, terlepas dari penciptanya. Proses ini menciptakan norma dan institusi yang mengatur interaksi sosial.

Internalisasi: Pada tahap ini, individu menyerap kembali realitas objektif ke dalam kesadaran mereka. Dengan demikian, struktur sosial yang ada memengaruhi cara berpikir dan bertindak individu. Proses internalisasi membuat individu menjadi "produk" dari masyarakat, di mana nilai-nilai dan norma-norma yang ada menjadi bagian dari identitas dan perilaku mereka.

Hubungan Antara Proses

Dialektika antara ketiga proses ini berlangsung secara simultan. Eksternalisasi menciptakan objek-objek sosial yang kemudian diobjektifikasi; selanjutnya, objek-objek tersebut diinternalisasi oleh individu. Dengan cara ini, setiap individu tidak hanya membentuk realitas sosial tetapi juga dibentuk oleh realitas tersebut, sehingga menciptakan hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat.

Dialektika internalisasi eksterior menggambarkan bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka dan bagaimana interaksi tersebut membentuk identitas serta pengetahuan mereka. Proses ini menekankan pentingnya hubungan antara individu dan masyarakat dalam membangun realitas sosial yang kompleks dan dinamis.

Dialektika Eksternalisasi, Objektivasi, dan Internalisasi merupakan konsep yang diusulkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam teori konstruksi sosial. Proses ini menggambarkan bagaimana individu dan masyarakat saling mempengaruhi dalam membentuk realitas sosial Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing tahap dalam dialektika ini

Eksternalisasi

Eksternalisasi adalah proses di mana individu mengekspresikan diri ke dunia luar, baik melalui tindakan fisik maupun mental. Ini mencakup segala bentuk interaksi yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Dalam konteks ini, masyarakat dipandang sebagai produk dari individu, yang berarti bahwa struktur sosial dan norma-norma yang ada adalah hasil dari tindakan manusia Proses ini menjadi dasar bagi pembentukan realitas sosial yang lebih luas.

Objektivasi

Setelah eksternalisasi, hasil dari ekspresi individu ini menjadi objek yang dapat diobservasi dan diterima oleh masyarakat sebagai realitas objektif. Dalam tahap ini, realitas sosial yang dihasilkan dari tindakan individu mulai memiliki eksistensi sendiri, terlepas dari individu yang memproduksinya. Dengan kata lain, produk sosial ini menjadi bagian dari struktur objektif yang mengatur interaksi sosial. Pada tahap ini, masyarakat mulai melihat norma dan nilai sebagai fakta yang harus diterima.

Internalisasi

Internasionalisasi adalah proses di mana individu menyerap kembali realitas objektif ke dalam kesadaran mereka. Melalui internalisasi, individu menginternalisasikan norma, nilai, dan struktur sosial yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga membentuk identitas dan cara berpikir mereka23. Dalam hal ini, individu menjadi "produk" dari masyarakat, karena pemahaman mereka tentang dunia dibentuk oleh interaksi dengan struktur sosial yang ada.

Ketiga proses ini---eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi---berjalan secara simultan dan saling terkait. Mereka menciptakan siklus di mana individu membentuk masyarakat melalui tindakan mereka (eksternalisasi), masyarakat membentuk realitas objektif (objektivasi), dan akhirnya individu menginternalisasi realitas tersebut ke dalam kesadaran mereka (internalisasi). Proses dialektika ini menjelaskan bagaimana realitas sosial dibangun secara dinamis melalui interaksi manusia.

Aspek interior yang menjadi habitus mencakup berbagai elemen yang membentuk cara individu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Berikut adalah beberapa aspek kunci yang dapat diidentifikasi:

1. Internalization of Social Structures

Habitus merupakan hasil dari internalisasi struktur sosial yang terjadi melalui pengalaman individu dalam konteks sosial tertentu. Ini mencakup bagaimana individu menginternalisasi nilai-nilai, norma, dan kebiasaan yang ada di sekitar mereka, yang kemudian membentuk pola pikir dan perilaku mereka.

2. Social Identity Formation

Habitus berperan penting dalam pembentukan identitas sosial. Identitas ini terbentuk dari interaksi individu dengan kelompok sosial, di mana habitus mempengaruhi bagaimana individu melihat diri mereka sendiri dan bagaimana mereka dikenali oleh orang lain. Misalnya, mahasiswa dari latar belakang pendidikan tinggi cenderung bergaul dengan rekan-rekan yang memiliki aspirasi akademis serupa, yang pada gilirannya memperkuat identitas sosial mereka.

3. Lifestyle and Consumption Patterns

Aspek lain dari habitus adalah gaya hidup dan pola konsumsi. Kebiasaan sehari-hari seperti cara berpakaian, pola makan, dan aktivitas sosial dipengaruhi oleh habitus yang telah terinternalisasi. Individu dari latar belakang ekonomi yang lebih tinggi mungkin lebih cenderung untuk mengadopsi gaya hidup sehat dan mengikuti tren terkini.

4. Practices and Habits

Praktik sosial yang dihasilkan dari habitus mencakup berbagai aktivitas rutin yang dilakukan individu. Ini bisa berupa kebiasaan belajar, interaksi sosial, atau partisipasi dalam kegiatan komunitas. Habitus memfasilitasi tindakan-tindakan ini secara tidak sadar, sehingga individu cenderung berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang telah terbentuk.

5. Influence of External Factors

Faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, teman, dan institusi pendidikan juga berkontribusi pada pembentukan habitus. Lingkungan ini dapat memperkuat atau mengubah kebiasaan dan nilai-nilai yang telah terinternalisasi dalam diri individu.

Secara keseluruhan, habitus merupakan sistem disposisi internal yang dihasilkan dari pengalaman sosial dan budaya, membentuk cara individu berperilaku dan berinteraksi dalam masyarakat.

Aspek eksterior yang berfungsi sebagai arena perilaku sosial mencakup beberapa elemen penting yang saling berinteraksi dalam konteks sosial. Berikut adalah penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut:

1. Arena sebagai Struktur Objektif

Arena merupakan struktur objektif yang ada di luar individu, berfungsi sebagai tempat di mana interaksi sosial terjadi. Dalam konteks ini, arena mencakup berbagai ruang sosial seperti pendidikan, bisnis, seni, dan politik. Setiap arena memiliki aturan dan norma yang berbeda, yang memengaruhi perilaku individu di dalamnya.

2. Habitus dan Kapital

Habitus adalah sistem nilai dan pola perilaku yang terbentuk melalui sosialisasi dan pengalaman individu dalam arena tertentu. Habitus mempengaruhi cara individu berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sosial mereka. Kapital, yang mencakup modal ekonomi, budaya, dan sosial, juga memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan individu di dalam arena. Individu perlu memiliki habitus dan kapital yang sesuai untuk dapat bersaing dan beradaptasi dengan baik dalam arena tersebut.

3. Dominasi Simbolik

Dominasi simbolik adalah proses di mana nilai-nilai tertentu menjadi dominan dalam masyarakat, sering kali tanpa disadari oleh individu yang terpengaruh. Hal ini dapat dilihat dalam cara pandang masyarakat terhadap norma-norma yang ada, di mana pandangan tersebut dianggap sebagai hal yang wajar atau alami. Dominasi simbolik dapat memengaruhi perilaku sosial dan interaksi antarindividu.

4. Interaksi antara Eksternal dan Internal

Aspek eksterior tidak hanya berfungsi sebagai latar belakang, tetapi juga berinteraksi secara dinamis dengan aspek internal individu (habitus). Proses ini dikenal sebagai dialektika antara internalisasi eksternal (pengalaman dari luar) dan eksternalisasi internal (pengungkapan nilai-nilai yang telah diinternalisasi). Interaksi ini membentuk praktik sosial yang terjadi dalam konteks tertentu23.

5. Perubahan Sosial

Aspek eksterior juga berkontribusi terhadap perubahan sosial. Ketika individu memiliki habitus dan kapital yang tepat, mereka dapat memanfaatkan arena untuk mengubah distribusi modal dan posisi sosial mereka. Konflik antara individu atau kelompok dalam arena sering kali menghasilkan perubahan dalam struktur sosial3.

Secara keseluruhan, aspek eksterior sebagai arena perilaku sosial menciptakan konteks di mana individu berinteraksi, membentuk identitas mereka, dan mengalami dinamika sosial yang kompleks

Modal atau kapital dalam konteks sosial ditentukan melalui interaksi antara aspek interior habitus dan aspek eksterior habitus sosial, menurut pemikiran Pierre Bourdieu. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua aspek tersebut dan bagaimana mereka saling mempengaruhi dalam menentukan modal.

Aspek Interior Habitus

Aspek interior habitus merujuk pada nilai-nilai dan disposisi yang terbentuk dalam diri individu sebagai hasil dari proses sosialisasi jangka panjang. Habitus mencakup cara berpikir, pola perilaku, dan bahkan pengaruh fisik individu yang terbentuk oleh pengalaman dan lingkungan sosialnya. Hal ini termasuk:

Internalisasi nilai-nilai sosial: Individu menginternalisasi norma dan nilai dari lingkungan sekitarnya, yang kemudian membentuk cara pandang dan tindakan mereka.

Hexis: Ketika habitus menjadi sangat kuat dan tertanam, ia mempengaruhi perilaku fisik individu, menciptakan pola-pola perilaku yang konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Habitus berfungsi sebagai "matrix" yang mengarahkan persepsi, apresiasi, dan tindakan individu dalam masyarakat. Dengan kata lain, habitus tidak hanya membentuk identitas individu tetapi juga memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dengan dunia luar23.

Aspek Eksterior Habitus Sosial

Aspek eksterior habitus sosial terdiri dari arena atau struktur objektif yang ada di luar individu. Arena ini mencakup berbagai konteks sosial seperti pendidikan, bisnis, dan politik, di mana individu berinteraksi dan bersaing. Beberapa poin penting mengenai aspek ini adalah:

Struktur obyektif: Arena merupakan tempat di mana praktik sosial terjadi dan di mana individu berusaha untuk memperoleh modal yang diperlukan untuk sukses.

Dialektika antara internalisasi dan eksternalisasi: Proses di mana individu menginternalisasi elemen-elemen dari arena eksternal ke dalam diri mereka (internalisasi) dan kemudian mengekspresikan apa yang telah diinternalisasi dalam tindakan mereka (eksternalisasi) sangat penting untuk memahami bagaimana modal terbentuk.

Modal (Kapital)

Modal atau kapital sendiri terdiri dari berbagai jenis, termasuk:

Kapital ekonomi: Sumber daya finansial yang memungkinkan individu untuk berinvestasi dan bertahan hidup.

Kapital budaya: Pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan yang dimiliki individu.

Kapital sosial: Jaringan hubungan sosial yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan.

Kapital simbolik: Pengakuan atau status yang diperoleh melalui prestasi atau atribut tertentu.

Modal ini tidak hanya dipengaruhi oleh habitus individu tetapi juga oleh posisi mereka dalam arena sosial. Individu dengan habitus yang tepat dapat memanfaatkan modal yang mereka miliki untuk mencapai tujuan dalam berbagai arena, sedangkan mereka yang tidak memiliki habitus atau modal yang sesuai mungkin mengalami kesulitan dalam mencapai keberhasilan34.

Dengan demikian, pemahaman tentang bagaimana modal ditentukan melalui interaksi antara aspek interior habitus dan aspek eksterior habitus sosial memberikan wawasan penting mengenai dinamika sosial dan ekonomi dalam masyaraka

Pemajakan dengan menggunakan teori habitus dari Pierre Bourdieu dapat dipahami sebagai pendekatan untuk menganalisis bagaimana struktur sosial dan modal mempengaruhi perilaku individu dalam konteks kewajiban perpajakan. Berikut adalah penjelasan mengenai konsep habitus dan aplikasinya dalam pemajakan.

Konsep Habitus

Habitus adalah sistem disposisi yang terinternalisasi yang membentuk cara individu berperilaku dan berpikir dalam konteks sosial tertentu. Bourdieu menjelaskan bahwa habitus merupakan hasil dari pengalaman historis dan sosial yang mengarahkan individu dalam memproduksi praktik sosial mereka. Ini mencakup cara orang memahami dan mengevaluasi dunia di sekitar mereka, serta tindakan yang mereka ambil dalam kehidupan sehari-hari.

Elemen Utama Habitus

Internalisasi Struktur: Habitus terbentuk melalui proses internalisasi struktur sosial yang ada, sehingga individu tidak selalu menyadari pengaruhnya.

Praktik Sosial: Habitus berfungsi sebagai panduan untuk tindakan praktis yang diambil individu dalam situasi sosial tertentu, yang sering kali tidak disadari.

Modal: Modal terdiri dari berbagai bentuk sumber daya yang dimiliki individu, termasuk modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik. Modal ini berinteraksi dengan habitus untuk mempengaruhi praktik sosial.

Aplikasi Teori Habitus dalam Pemajakan

Dalam konteks pemajakan, teori habitus dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana individu atau kelompok tertentu menjalankan kewajiban pajak mereka. Beberapa poin penting terkait aplikasi ini adalah:

Pengaruh Modal: Individu dengan modal ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki pemahaman dan akses yang lebih baik terhadap sistem perpajakan, sehingga mereka lebih mampu memenuhi kewajiban pajak dibandingkan dengan individu dengan modal rendah.

Struktur Sosial dan Kewajiban Pajak: Habitus yang terbentuk dari pengalaman sosial dan ekonomi akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap pajak. Misalnya, individu dari latar belakang yang kurang mampu mungkin memiliki habitus yang membuat mereka skeptis terhadap kewajiban pajak karena kurangnya kepercayaan pada pemerintah atau sistem perpajakan.

Kepatuhan Pajak: Pemahaman tentang habitus dapat membantu menjelaskan variasi dalam kepatuhan pajak di antara individu atau kelompok. Mereka yang memiliki habitus positif terhadap kewajiban sosial cenderung lebih patuh dibandingkan dengan mereka yang tidak merasakan dampak positif dari pembayaran pajak.

Perubahan Sosial: Teori ini juga dapat digunakan untuk memahami bagaimana perubahan dalam kebijakan perpajakan dapat mempengaruhi habitus masyarakat dan sebaliknya, bagaimana perubahan habitus dapat mendorong reformasi dalam sistem perpajakan.

Dengan demikian, penerapan teori habitus dalam analisis pemajakan memberikan wawasan mendalam tentang interaksi antara struktur sosial, modal, dan perilaku individu dalam memenuhi kewajiban perpajakan

Dokpri Proff Apolllo
Dokpri Proff Apolllo

Penerapan Teori Pierre Bourdieu dalam Konteks Perpajakan Modern

Teori Pierre Bourdieu, yang terdiri dari konsep-konsep seperti habitus, modal, dan arena (field), dapat diterapkan untuk memahami dinamika perpajakan modern. Pendekatan ini membantu menganalisis bagaimana individu dan kelompok berinteraksi dengan sistem perpajakan serta bagaimana berbagai jenis modal mempengaruhi perilaku perpajakan mereka.

1. Habitus dan Perilaku Perpajakan

Habitus merujuk pada disposisi dan pola pikir yang terbentuk oleh pengalaman individu. Dalam konteks perpajakan, habitus dapat mempengaruhi bagaimana individu memahami kewajiban pajak mereka. Misalnya:

Pendidikan dan Kesadaran Pajak: Individu dengan pendidikan yang lebih tinggi mungkin memiliki habitus yang lebih mendukung kepatuhan pajak, karena mereka lebih memahami pentingnya kontribusi pajak bagi pembangunan sosial.

Norma Sosial: Di masyarakat di mana kepatuhan pajak dianggap sebagai norma sosial, habitus individu akan cenderung mengarah pada perilaku yang mematuhi peraturan perpajakan.

2. Modal dalam Perpajakan

Bourdieu membedakan beberapa jenis modal yang berperan penting dalam konteks perpajakan:

Modal Ekonomi: Individu atau perusahaan dengan modal ekonomi yang kuat mungkin memiliki lebih banyak sumber daya untuk menghindari pajak melalui perencanaan pajak yang kompleks. Mereka dapat memanfaatkan celah hukum dan strategi penghindaran pajak.

Modal Sosial: Jaringan relasi sosial dapat memfasilitasi akses informasi tentang kewajiban pajak dan strategi penghindaran. Individu dengan modal sosial yang tinggi mungkin lebih mampu mendapatkan nasihat dari profesional pajak atau terlibat dalam diskusi yang meningkatkan pemahaman mereka tentang sistem perpajakan.

Modal Budaya: Pengetahuan tentang sistem perpajakan dan cara kerjanya juga merupakan bentuk modal budaya. Individu dengan modal budaya yang tinggi cenderung lebih patuh terhadap kewajiban pajak karena mereka memahami manfaatnya bagi masyarakat.

3. Arena (Field) dalam Sistem Perpajakan

Arena atau lapangan adalah konteks di mana interaksi sosial terjadi. Dalam sistem perpajakan:

Struktur Perpajakan: Arena perpajakan mencakup lembaga pemerintah, badan legislatif, dan masyarakat sipil. Interaksi antara aktor-aktor ini menentukan bagaimana kebijakan perpajakan diterapkan dan dipatuhi.

Perjuangan Kekuasaan: Dalam arena ini, terdapat perjuangan antara individu atau kelompok dengan modal yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari sistem perpajakan. Mereka yang memiliki modal lebih besar mungkin dapat mempengaruhi kebijakan perpajakan untuk keuntungan mereka sendiri.

Kesimpulan

Penerapan teori Pierre Bourdieu dalam konteks perpajakan modern memberikan wawasan tentang bagaimana faktor-faktor sosial dan budaya memengaruhi perilaku perpajakan. Dengan memahami hubungan antara habitus, modal, dan arena, kita dapat menganalisis dinamika kepatuhan pajak serta strategi penghindaran pajak dalam masyarakat kontemporer. Pendekatan ini menyoroti pentingnya konteks sosial dalam membentuk praktik perpajakan dan legitimasi tindakan individu dalam sistem perpajakan

Dokpri Proff Apollo
Dokpri Proff Apollo

Pengaruh Arena Sosial terhadap Kebijakan Perpajakan

Arena sosial, yang mencakup interaksi antara individu, kelompok, dan institusi dalam masyarakat, memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan perpajakan. Dalam konteks ini, beberapa faktor utama dapat diidentifikasi:

1. Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Pengambilan Keputusan

Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan perpajakan sangat penting. Partisipasi publik dapat meningkatkan legitimasi kebijakan pajak dan memastikan bahwa kebijakan tersebut mencerminkan kebutuhan serta aspirasi masyarakat. Melalui debat terbuka dan konstruktif, masyarakat dapat menyuarakan pendapat mereka mengenai keadilan dan efektivitas sistem perpajakan.

2. Nilai-nilai Sosial dan Budaya

Nilai-nilai sosial dan budaya mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pajak. Dalam budaya kolektivisme, misalnya, membayar pajak dianggap sebagai tanggung jawab moral untuk kesejahteraan bersama. Sebaliknya, dalam budaya individualisme, mungkin ada lebih banyak resistensi terhadap kewajiban perpajakan. Kebijakan perpajakan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan nilai-nilai ini cenderung lebih diterima oleh masyarakat.

3. Pengalaman Pribadi dan Kepatuhan Pajak

Pengalaman pribadi individu dengan sistem perpajakan juga berpengaruh besar terhadap kepatuhan pajak. Pengalaman positif, seperti proses pengembalian pajak yang efisien, dapat meningkatkan kepatuhan, sementara pengalaman negatif dapat menurunkan kepercayaan dan kepatuhan2. Oleh karena itu, pemerintah perlu fokus pada perbaikan pelayanan pajak untuk menciptakan pengalaman positif bagi wajib pajak.

4. Ketidaksetaraan Ekonomi dan Kebijakan Progresif

Kebijakan perpajakan sering kali digunakan sebagai alat untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi. Sistem pajak progresif, di mana individu dengan penghasilan lebih tinggi dikenakan tarif pajak yang lebih besar, dirancang untuk mendistribusikan kekayaan secara lebih adil3. Namun, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada dukungan dari masyarakat dan bagaimana kebijakan tersebut dipahami dalam konteks sosial yang lebih luas.

5. Transparansi dan Akuntabilitas

Transparansi dalam pengelolaan anggaran negara dan akuntabilitas penggunaan dana pajak merupakan faktor penting yang memengaruhi kepercayaan publik terhadap kebijakan perpajakan. Ketika masyarakat merasa bahwa dana pajak digunakan secara efisien dan untuk kepentingan umum, mereka lebih cenderung untuk mematuhi kewajiban perpajakan mereka.

Arena sosial memainkan peran krusial dalam membentuk kebijakan perpajakan. Keterlibatan masyarakat, nilai-nilai sosial, pengalaman pribadi dengan sistem perpajakan, serta transparansi dalam pengelolaan dana publik semuanya berkontribusi pada efektivitas kebijakan perpajakan. Oleh karena itu, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dinamika sosial ini ketika merumuskan kebijakan perpajakan agar dapat mencapai tujuan redistribusi kekayaan dan stabilitas ekonomi yang diinginkan.

Dokpri Proff Apollo
Dokpri Proff Apollo

Kebijakan Pajak untuk Mendorong Pemberdayaan Sosial

Kebijakan perpajakan dapat berfungsi sebagai alat yang efektif dalam mendorong pemberdayaan sosial, dengan cara mendistribusikan sumber daya secara lebih adil dan mendukung program-program yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah beberapa cara di mana kebijakan pajak dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut:

1. Pendanaan Program Kesejahteraan Sosial

Pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah yang digunakan untuk membiayai berbagai program kesejahteraan sosial. Dana yang dikumpulkan dari pajak dapat dialokasikan untuk:

Bantuan Sosial: Program seperti bantuan pangan, kesehatan, dan pendidikan bagi masyarakat kurang mampu dapat didanai melalui penerimaan pajak. Ini membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat23.

Pendidikan dan Pelatihan: Investasi dalam pendidikan, termasuk beasiswa dan pembangunan infrastruktur pendidikan, memungkinkan akses pendidikan yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang kurang beruntung.

2. Sistem Pajak Progresif

Kebijakan pajak progresif, di mana individu dengan penghasilan lebih tinggi dikenakan tarif pajak yang lebih besar, dapat membantu mengurangi ketimpangan pendapatan. Dengan mendistribusikan kekayaan secara lebih merata, kebijakan ini berkontribusi pada keadilan sosial dan memberikan pemerintah sumber daya yang cukup untuk program-program sosial4.

3. Insentif Pajak untuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Pemerintah dapat mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek sosial melalui insentif pajak. Misalnya, perusahaan yang menyumbang untuk kegiatan amal atau proyek pengembangan masyarakat dapat diberikan pengurangan pajak. Ini tidak hanya meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan tetapi juga memperkuat komunitas lokal13.

4. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

Kebijakan pajak yang dirancang dengan baik dapat mendorong investasi di sektor-sektor yang berpotensi menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan atau sektor-sektor strategis dapat membantu menciptakan peluang kerja baru dan memperkuat ekonomi lokal.

5. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penggunaan Pajak

Untuk memastikan bahwa dana pajak digunakan secara efektif untuk pemberdayaan sosial, penting bagi pemerintah untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait penggunaan dana pajak, sehingga mereka merasa memiliki suara dalam kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Kebijakan perpajakan memiliki potensi besar untuk mendorong pemberdayaan sosial melalui pendanaan program kesejahteraan, penerapan sistem pajak progresif, insentif bagi tanggung jawab sosial perusahaan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dengan pendekatan yang tepat, pajak tidak hanya menjadi alat pengumpulan dana, tetapi juga investasi dalam pembangunan sosial yang berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

Dokpri Proff Apollo
Dokpri Proff Apollo

Kebijakan Pajak Progresif dan Pengurangan Ketidaksetaraan Ekonomi

Kebijakan pajak progresif dirancang untuk mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dengan membebankan tarif pajak yang lebih tinggi kepada individu atau entitas yang berpenghasilan lebih tinggi. Berikut adalah beberapa cara di mana pajak progresif dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan ekonomi:

1. Redistribusi Pendapatan

Sistem pajak progresif berfungsi sebagai alat redistribusi kekayaan. Dengan mengenakan tarif pajak yang lebih tinggi pada kelompok berpendapatan tinggi, pemerintah dapat mengumpulkan lebih banyak pendapatan yang kemudian dapat dialokasikan untuk program-program sosial. Pendapatan ini digunakan untuk mendanai layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial, yang sangat penting bagi kelompok berpendapatan rendah.

2. Meningkatkan Kualitas Hidup

Dengan menggunakan pendapatan dari pajak progresif untuk mendanai layanan publik, pemerintah dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Program-program seperti subsidi kesehatan, pendidikan gratis, dan bantuan sosial dirancang untuk membantu mereka yang paling membutuhkan. Hal ini tidak hanya membantu mengurangi kemiskinan tetapi juga memberikan kesempatan bagi individu dari latar belakang kurang mampu untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

3. Mengurangi Kesenjangan Pendapatan

Pajak progresif mengurangi kesenjangan pendapatan dengan memastikan bahwa individu dengan kemampuan finansial lebih baik membayar pajak yang lebih besar. Ini membantu menciptakan sistem yang lebih adil di mana beban pajak disesuaikan dengan kemampuan membayar setiap individu. Dengan demikian, pajak progresif berkontribusi pada pengurangan konsentrasi kekayaan di tangan segelintir orang.

4. Mendorong Investasi dalam Program Sosial

Pendapatan yang diperoleh dari pajak progresif dapat digunakan untuk investasi dalam program-program sosial yang berkelanjutan. Misalnya, dana tersebut dapat dialokasikan untuk proyek infrastruktur yang menciptakan lapangan kerja atau program pelatihan keterampilan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Ini tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan sosial tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

5. Menyediakan Insentif untuk Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

Dengan mengurangi ketimpangan ekonomi, pajak progresif dapat menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan inklusif bagi pertumbuhan ekonomi. Ketika masyarakat memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, mereka lebih mampu berkontribusi pada ekonomi melalui partisipasi aktif dalam angkatan kerja.

Kesimpulan

Kebijakan pajak progresif merupakan instrumen penting dalam upaya mengurangi ketidaksetaraan ekonomi. Melalui redistribusi pendapatan, peningkatan kualitas hidup, dan investasi dalam program sosial, pajak progresif tidak hanya membantu menciptakan keadilan sosial tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan implementasi yang tepat dan pengelolaan yang transparan, kebijakan ini dapat menjadi alat efektif untuk mencapai kesejahteraan bersama dalam masyarakat.

Keuntungan Utama dari Sistem Pajak Progresif dibandingkan Pajak Proporsional

Sistem pajak progresif dan pajak proporsional memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal pengenaan tarif pajak. Berikut adalah beberapa keuntungan utama dari sistem pajak progresif dibandingkan dengan pajak proporsional:

1. Redistribusi Pendapatan yang Lebih Adil

Pajak progresif membebankan tarif yang lebih tinggi kepada individu atau entitas dengan pendapatan lebih tinggi, sehingga menciptakan mekanisme redistribusi pendapatan yang lebih efektif. Dengan cara ini, pajak progresif membantu mengurangi kesenjangan ekonomi dengan mengalihkan sumber daya dari kelompok kaya ke kelompok berpendapatan rendah melalui program-program sosial dan layanan publik. Hal ini tidak terjadi pada pajak proporsional, di mana semua wajib pajak membayar persentase yang sama dari pendapatan mereka, sehingga tidak ada redistribusi yang signifikan.

2. Meningkatkan Penerimaan Negara untuk Program Sosial

Dengan mengenakan tarif pajak yang lebih tinggi pada kelompok berpendapatan tinggi, pajak progresif dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar bagi pemerintah. Pendapatan ini dapat digunakan untuk mendanai program-program sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial, yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebaliknya, pajak proporsional mungkin tidak memberikan cukup penerimaan untuk mendukung program-program tersebut secara efektif.

3. Menyesuaikan Beban Pajak dengan Kemampuan Membayar

Sistem pajak progresif dirancang untuk menyesuaikan beban pajak berdasarkan kemampuan membayar individu. Mereka yang memiliki penghasilan lebih tinggi akan membayar lebih banyak, sementara mereka dengan penghasilan rendah akan dikenakan tarif yang lebih rendah atau bahkan dibebaskan dari pajak. Ini menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana setiap orang berkontribusi sesuai dengan kapasitas finansial mereka.

4. Mengurangi Konsumsi Berlebihan dan Mendorong Investasi Produktif

Pajak progresif dapat mengurangi perilaku konsumsi berlebihan di kalangan individu kaya dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi pada barang-barang mewah dan investasi spekulatif. Hal ini mendorong individu untuk berinvestasi secara produktif daripada mengalokasikan uang untuk kegiatan konsumtif yang tidak produktif13. Dalam sistem pajak proporsional, tidak ada insentif serupa untuk mengalihkan investasi ke arah yang lebih produktif.

5. Mendorong Keadilan Sosial dan Stabilitas Ekonomi

Dengan mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan akses terhadap layanan publik, pajak progresif berkontribusi pada stabilitas sosial dan ekonomi. Ketika masyarakat merasa bahwa beban pajak dibagi secara adil, mereka cenderung memiliki kepercayaan lebih besar terhadap pemerintah dan sistem ekonomi secara keseluruhan24. Pajak proporsional, meskipun sederhana, sering kali dianggap kurang adil karena tidak mempertimbangkan perbedaan dalam kemampuan membayar.

Sistem pajak progresif menawarkan beberapa keuntungan utama dibandingkan dengan pajak proporsional, termasuk redistribusi pendapatan yang lebih adil, peningkatan penerimaan untuk program sosial, penyesuaian beban pajak sesuai kemampuan membayar, pengurangan konsumsi berlebihan, serta mendorong keadilan sosial dan stabilitas ekonomi. Dengan demikian, kebijakan perpajakan progresif dapat menjadi alat yang efektif dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Controlled Foreign Corporation (CFC) mengacu pada perusahaan asing yang dikendalikan oleh pemegang saham dari negara lain, biasanya untuk tujuan penghindaran pajak. Di Indonesia, aturan CFC telah dikembangkan dan disempurnakan untuk memerangi praktik penghindaran pajak yang mengancam pendapatan negara.

Ikhtisar Aturan CFC di Indonesia

Tujuan dan Fungsi:

Tujuan utama dari peraturan CFC adalah untuk mencegah wajib pajak dalam negeri menunda kewajiban pajaknya dengan mengalihkan pendapatannya ke anak perusahaan asing yang berlokasi di yurisdiksi dengan pajak rendah atau negara bebas pajak. Praktik ini dapat secara signifikan mengikis basis pajak di negara asal, sehingga menyebabkan berkurangnya pendapatan negara.

Perkembangan Regulasi:

Indonesia telah memperbarui peraturan CFC beberapa kali untuk menutup celah yang memungkinkan terjadinya penghindaran pajak. Pembaruan ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengamankan pendapatan negara dan menyelaraskan dengan standar internasional tentang Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang digariskan oleh OECD.

Tantangan Implementasi:

Meskipun terdapat peraturan-peraturan seperti ini, penegakan peraturan CFC masih menimbulkan tantangan. Banyak perusahaan multinasional (MNC) yang terlibat dalam struktur kompleks yang menyulitkan otoritas pajak untuk melacak dan menilai kepatuhan. Kurangnya transparansi di beberapa yurisdiksi semakin mempersulit upaya penegakan hukum.

Peluang dan Risiko

Peluang:

Penerapan peraturan CFC yang kuat memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pengumpulan pajak dan mengurangi risiko pelarian modal. Dengan memperketat peraturan, pemerintah dapat mencegah entitas dalam negeri mengeksploitasi anak perusahaan asing untuk mendapatkan keuntungan pajak.

Resiko:

Ada risiko bahwa peraturan CFC yang terlalu ketat dapat menghambat investasi asing atau menyebabkan arus keluar modal jika dunia usaha menganggap lingkungan peraturan tidak bersahabat. Menyeimbangkan penegakan hukum yang efektif dengan iklim investasi yang menguntungkan sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Evolusi peraturan CFC di Indonesia mencerminkan komitmen untuk memerangi penghindaran pajak dan memastikan perpajakan yang adil bagi perusahaan multinasional stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Tantangan perpajakan di Indonesia terkait dengan Controlled Foreign Corporations (CFC) mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan penghindaran pajak dan efektivitas regulasi. CFC merupakan entitas luar negeri yang dikendalikan oleh wajib pajak domestik, sering kali digunakan untuk menunda pengakuan pendapatan dan mengurangi kewajiban pajak melalui skema yang memanfaatkan negara-negara dengan tarif pajak rendah atau tanpa pajak.

Tantangan Utama

Penghindaran Pajak dan Basis Erosi

Banyak wajib pajak di Indonesia memilih untuk menempatkan dana mereka di luar negeri, khususnya di negara-negara yang menawarkan keuntungan pajak. Ini menyebabkan erosi basis pajak domestik, di mana pendapatan yang seharusnya dikenakan pajak di Indonesia justru ditransfer ke CFC yang berlokasi di tax haven.

Implementasi CFC Rules

Meskipun Indonesia telah menerapkan aturan CFC sebagai bagian dari upaya untuk mencegah penghindaran pajak, banyak tantangan dalam pelaksanaannya. CFC rules diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, namun penerapan aturan ini sering kali terhambat oleh:

Cakupan yang Terlalu Luas: Aturan CFC bisa menjadi tidak efektif karena cakupannya yang terlalu luas, menyulitkan pengawasan dan penegakan1.

Kesulitan Deteksi: Ada kesulitan dalam mendeteksi kepemilikan tidak langsung dan kepemilikan bersama, yang membuat pengawasan menjadi rumit.

Kurangnya Pemahaman: Banyak petugas pajak yang kurang memahami kompleksitas aturan CFC, yang menghambat implementasi yang efektif.

Kesesuaian dengan Rekomendasi Internasional

Meskipun CFC rules di Indonesia telah disesuaikan dengan rekomendasi OECD mengenai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), masih ada ruang untuk perbaikan. Penelitian menunjukkan bahwa aturan ini belum sepenuhnya mampu mengatasi praktik BEPS secara efektif. Hal ini menciptakan kebutuhan untuk penyesuaian lebih lanjut agar sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik Indonesia.

Perbedaan Interpretasi

Terdapat perbedaan interpretasi antara pemerintah dan wajib pajak mengenai penerapan aturan ini, yang mengarah pada ketidakpastian hukum dan kesulitan dalam pelaksanaan.

Tantangan perpajakan terkait CFC di Indonesia mencerminkan kompleksitas global dalam penghindaran pajak dan perlunya kerjasama internasional untuk mengatasi masalah ini. Meskipun sudah ada kerangka hukum yang ditetapkan, efektivitasnya masih terhambat oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat pemahaman tentang CFC serta meningkatkan kapasitas pengawasan perpajakan guna meminimalkan praktik penghindaran pajak melalui entitas luar negeri.

Peluang dan tantangan perpajakan Controlled Foreign Company (CFC) di Indonesia dapat dipahami dengan menggunakan teori Pierre Bourdieu, terutama melalui konsep habitus, kapital, dan arena. Berikut adalah analisisnya:

Habitus

Habitus merupakan sistem disposisi internal yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup individu dan lingkungan sosial mereka. Dalam konteks CFC, habitus individu atau kelompok bisnis yang terkait dengan CFC dapat membantu menjelaskan bagaimana mereka melakukan praktik penghindaran pajak. Misalkan, habitus yang fokus pada optimasi laba dan minimasi biaya pajak dapat memandu perusahaan multinasional untuk memilih struktur CFC yang kompleks demi menghemat pajak. Namun, habitus ini juga dapat membuat mereka kurang sadar akan potensi pelanggaran pajak yang mereka lakukan.

Kapital

Kapital Bourdieu merujuk pada sumber daya yang dimiliki individu atau grup, seperti kapital ekonomi, budaya, dan simbolik. Dalam praktik CFC, kapital ekonomi sangat relevan karena perusahaan multinasional sering menggunakan struktur CFC untuk memindahkan laba ke negara-negara dengan tarif pajak rendah. Namun, kapital budaya dan simbolik juga penting karena struktur CFC seringkali melibatkan interpretasi legal yang kompleks dan manipulatif, yang membutuhkan kapital simbolik untuk membangun legitimasi internal maupun eksternal bagi praktek-praktek tersebut.

Arena

Arena Bourdieu merujuk pada ruang sosial tempat individu atau grup beroperasi. Dalam konteks CFC, arena perpajakan internasional sangat luas dan kompleks, termasuk interaksi antara negara-negara, lembaga pajak, dan aktor bisnis global. Arena ini sangat dinamik karena adanya perubahan regulasi pajak internasional, seperti rekomendasi BEPS Action Plan OECD-G20, yang mempengaruhi praktik CFC di negara-negara anggota. Pemerintah Indonesia juga beroperasi dalam arena ini dengan membuat regulasi baru seperti PMK 107/PMK.03/2017 untuk mengatasi praktik penghindaran pajak melalui struktur CFC12.

Dengan menggunakan konsep habitus, kapital, dan arena, kita dapat memahami bagaimana peluang dan tantangan perpajakan CFC di Indonesia:

Peluang:

Optimalisasi Laba: Struktur CFC memungkinkan perusahaan multinasional untuk optimalisasi laba dengan cara memindahkan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak rendah.

Legimitasi Internal: Kapital simbolik yang dimiliki perusahaan dapat membantu legitimasi internal bagi praktek-praktek CFC, membuat mereka percaya diri tentang legalitas operasional mereka.

Tantangan:

Regulasi Baru: Regulasi baru seperti PMK 256/PMK.03/Tahun 2008 dan PMK 107/PMK.03/Tahun 2017 di Indonesia telah meningkatkan ketegasan dalam mengatasi praktik penghindaran pajak melalui CFC.

Interpretasi Legal: Praktek-praktek CFC seringkali melibatkan interpretasi legal yang kompleks, yang membutuhkan kapital simbolik yang besar untuk membangun legitimasi eksternal bagi praktek-praktek tersebut.

Monitoring Internasional: Arena internasional sangat dinamik, dan negara-negara anggota OECD-G20 terus meningkatkan monitoring dan kontrol terhadap praktek-praktek CFC global.

Dengan demikian, menggunakan teori Bourdieu dapat memberikan perspektif yang lebih luas dan mendalam tentang peluang dan tantangan perpajakan Controlled Foreign Company di Indonesia.

Daftar Pustaka 

Samuel Rihi Hadi Utomo Dkk,  2024 "AKUMULASI MODAL DESAINER GRAFIS DI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI: TANTANGAN ATAU ANCAMAN (?)" JURNAL SYNAKARYA Vol. 5 No. 2 Oktober 2024 Hal : 21-30

Nadhila Ghassani, 2021 "Perpajakan Pelaku UMKM Orang Pribadi Berdasarkan Teori Sosial Piere Bourdieu" Artikel ilmiah  

Grady Nagara, 2021 "Peran Kapital pada Media Sosial: Analisis Jaringan Sosial Pertarungan Kuasa Wacana Tri Rismaharini di Twitter" Volume 8 Nomor 1 Tahun 2021 Jurnal Pemikiran Sosiologi

Mustakim, Ishomuddin, Wahyu Winarjo, Khozin , 2020. " Konstruksi Kepemimpinanan Atas Tradisi Giri Kedaton Sebagai Identitas Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Gresik" Volume 19, Number 1, April 2020, pp. 11-27 DOI: http://dx.doi.org/10.23887/mkfis.v19i1.23250

Ciek Julyati Hisyam , Ghifari Shafa Darmawan , Muhammad Daffa Adi Prayogo ,Riyan Adhitya Pratama

2024, " Habitus Mempengaruhi Gaya Hidup Dan Identitas Sosial Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Menurut Perspektif Bourdieu"  Jurnal Motivasi Pendidikan dan Bahasa Pendidikan dan Bahasa Vol. 2, No. 2, Juni 2024 DOI: https://doi.org/10.59581/jmpb-widyakarya.v2i2.3378

Fetin Dwi Sumarno , 2020 "Hibatus Nyamoah" Universitas Airlangga

Sari Pratiwi , 2020 " PRAKTIK SOSIAL BELAJAR MAHASISWA DALAM GEOGRAPHY STUDY CLUB" Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya

Adinda Salsa Dilla, Azkia Avenzoar, 2024 "Identifikasi Aspek-aspek Desain Interior Sebagai Daya Tarik Odunpazari Modern Art Museum Turki" Vol 5, No. 1

Muhammad In'am Esha, 2022 "MEMBINCANG PEREMPUAN BERSAMA PIERRE BOURDIEU"

Ruby Sutanto , Priscillia Epifania Ariji, 2022 "PENDEKATAN DESAIN BERBASIS POLA PERILAKU DAN PANOPTIK PADA RUMAH INTERAKTIF ANAK JALANAN DAN HEWAN TERLANTAR DI CIRACAS" Jurnal Sains Teknologi DOI:10.24912/stupa.v3i2.12331

Ciresta Adlina, 2018 "Analisis Implementasi Controllled Foreign  Companies  (CFC) Rules DI Indonesia" Universitas Brawijaya

Ning Rahayu, 3017 "Perkembangan Contr embangan Control Foreign Corpor eign Corporation (CFC ation (CFC) Rules di ) Rules di Indonesiadalam Upaya Mengamankan Penerimaan Negara dari Sektor Pajak" Jurnal Vokasi Indonesia Vol 5  Nomor 2

Alfa Mightyn  Arifah Fibri Andriani, 2020, "ANALISIS PENERAPAN CONTROLLED FOREIGN COMPANY RULES DALAM MENGATASI BASE EROSION AND PROFIT SHIFTING DI Indonesia"  Direktorat Jenderal Pajak

Asep Ahmad Saefuloh, 2021 "Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Pengawasaan Transfer Pricing" Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 5

Cahyaningrum Dewojati, Nadhilah Nurtalia, 2023 "Konsep Habitus Bourdieu dan Dinamika Masyarakat Tionghoa dalam Pendidikan jang Kliroe dan Korban dari Peroentoengan" Jurnal Sastra dan Kearifan Lokal  Volume 3, Nomor 1

Adiyanto , 2021 " Habitus dan Praktik Aktor dalam Arena Pemajuan Kebudayaan" Biokultur, Volume 10, Number 1, 2021, Page 15-25

La Ode Muhammad Rauda Agus , 2023  Teori Sosiologi Editor : Hamidin Rasulu Penerbit Eureka Media Akasara

Mega Mustikasari, Arlin, Syamsu A Kamaruddin, 2023 "Pemikiran Pierre Bourdieu dalam Memahami Realitas Sosial" Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) Volume 6, Nomor 1 DOI: https://doi.org/10.31539/kaganga.v6i1.5089

Nanang Krisdinanto, 2014 "PIERRE BOURDIEU, SANG JURU DAMAI" Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya  DOI: https://doi.org/10.21070/kanal.v2i2.300

Alfiana Nawangsih, 2024 "Pengaruh Faktor Sosial dan Budaya Terhadap Kepatuhan Pajak di Negara -- Negara Berkembang Analisis Kualitatif Dalam Konteks Globalisasi"    Jurnal Sahmiyya | P-ISSN : 2963-2986 E-ISSN : 2963-8100

 Arya Salwa Wardana, John Michael Hizkia, Rasji "Pajak dan Hukum Pajak: Representasi Negara Dalam Merealisasikan Kesejahteraan Umum"   MOTEKAR: Jurnal Multidisiplin Teknologi dan Arsitektur Vol. 1 No. 2

Fitri Wahyuni, 2024 "ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM PAJAK PROGRESIF DAN PAJAK PROPORSIONAL: IMPLIKASI TERHADAP KEADILAN SOSIAL" Jurnal Ilmu Administrasi Publik, Pemerintahan dan Politik DOI: https://doi.org/10.54783/japp.v7i1.899

 

 

https://izin.co.id/indonesia-business-tips/2024/02/23/pajak-progresif-adalah/

https://taxation.binus.ac.id/2024/06/19/menyadari-peran-individu-bangsa-dalam-membayar-pajak-terhadap-pembangunan-dan-kesejahteraan-indonesia/

https://sungaiduo.desa.id/pajak-dan-pengentasan-kemiskinan-peran-pajak-dalam-program-kesejahteraan-sosial

https://www.pajak.go.id/id/artikel/manfaat-pajak-untuk-program-pembangunan-dan-kesejahteraan-masyarakat

https://kumparan.com/yandirezhakrismanto/peran-pajak-dalam-mendorong-kesejahteraan-masyarakat-22bSiBkbgu0

https://taxation.binus.ac.id/2024/06/19/menyadari-peran-individu-bangsa-dalam-membayar-pajak-terhadap-pembangunan-dan-kesejahteraan-indonesia/

https://theprakarsa.org/pajak-kekayaan-kebijakan-fiskal-untuk-menambah-penerimaan-negara-redistribusi-kekayaan-dan-akselerasi-pembangunan-sosial/

https://blog.bpkpd.sragenkab.go.id/2023/07/membayar-pajak-daerah-kontribusi-anda.html

https://klikpajak.id/blog/5-ketentuan-anti-tax-avoidance/

https://www.kompasiana.com/balawadayu/61dc60e906310e72da2fddf2/apa-itu-habitus?page=2&page_images=2

https://www.kompasiana.com/aldilarr/635f4a11daf0bc4e4f24ff62/pemikiran-pierre-bourdieu

https://www.kompasiana.com/putriwantinisinarmaretha6842/6361d275470fea54ee5ebf94/praksis-habitus-kapital-arena

https://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosiologi-reflektif-pemikiran-pierre-bourdieu/

https://pratamainstitute.com/pajak-progresif-dan-kesenjangan-sosial/

https://pluang.com/blog/glossary/pajak-progresif-adalah

https://dkv.binus.ac.id/2015/05/18/teori-konstruksi-realitas-sosial/

https://www.kompasiana.com/viskybelliarestanova4998/6361d46a4addee7bf909d442/pemikiran-pierre-bourdieu

https://uin-malang.ac.id/r/131101/teori-konstruksi-sosial.htm

https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/04/10/teori-konstruksi-sosial-dari-peter-l-berger-dan-thomas-luckman/

https://kanal.umsida.ac.id/index.php/kanal/article/view/1609

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4526463/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun