Minahasa Utara : Kesiapan bersekolah anak usia dini berfokus pada anak dalam memasuki Sekolah Dasar. Kelancaran transisi anak untuk masuk ke Sekolah Dasar sangat di butuhkan dan perlu melibatkan keluarga, selain sekolah. Oleh karena itu, dukungan keluarga dan dukungan lingkungan sekolah perlu diupayakan agar anak dapat memperoleh pembelajaran yang berkualitas.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa ada banyak dimensi perkembangan yang menunjukkan kesiapan bersekolah anak, akan tetapi kemampuan sosial emosional, fisik motorik, dan literasi numerasi menjadi bagian penting yang perlu dikuatkan dalam masa transisi (National Education Goals Panel, 1991; Britto, 2012)
Seorang anak dikatakan siap bersekolah ketika ia sudah memiliki kemampuan untuk mengelola dirinya dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sosialemosional. Kemampuan-kemampuan ini merupakan hasil stimulasi dari pendidik (orang tua dan guru) dan interaksi anak secara terus menerus dengan lingkungannya, sehingga anak mendapatkan berbagai pengalaman sebagai dasar untuk beradaptasi dengan tantangan belajar di jenjang berikutnya.
Untuk mendukung kesiapan anak, Orang Tua Guru dan Sekolah perlu mengerti dan memahami serta mempersiapkan dengan baik Aspek fisik dan sensomotorik, Sosial Emosional serta Literasi dan Numerasi sehingga menumbuhkan dari dalam diri anak rasa ingin tahu, kreativitas, kemandirian, serta ketekunan anak dalam belajar.
Aspek-aspek tersebut diharapkan dapat membantu anak dalam mengembangkan kesiapan bersekolahnya. Anak yang siap bersekolah akan memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dengan penuh semangat dan rasa ingin tahu yang besar untuk mendapatkan pengalaman belajar baru.
Pada masa tranisi ini Sekolah, guru dan orang tua perlu mendesain kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembangan anak dalam aspek-aspek yang disebutkan di atas, sehingga dapat mempersiapkan anak dalam dasar-dasar berkomunikasi, berliterasi, bermatematika, berolahraga, berhubungan sosial dengan orang lain, selain juga dasar-dasar dalam mengolah emosinya, melakukan ekspresi seni, memahami dunia dan pengalamanpengalaman belajar lainnya.
Fokus utama yang dikembangkan adalah anak. Anak perlu distimulasi ketika berada di rumah dan ketika berada di sekolah.Untuk itu tentu dibutuhkan kerjasama yang erat antara guru di sekolah dan orang tua di rumah, agar anak berkembang secara optimal.
Sebagai Orang Guru dan Sekolah, apa yang perlu kita lakukan?
1. Terima Anak Apa Adanya
Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan, namun ketika orang dewasa, baik orang tua maupun guru memberikan pelabelan negatif sebelum mengenal anak dengan lebih baik, maka hal ini akan dirasakan tidak adil oleh anak. Oleh karena itu beri anak kesempatan-kesempatan untuk dapat menunjukkan kebolehannya.
2. Anak Berhak Mendapatkan Pelayanan yang maksimal
Ketika berinteraksi dengan anak, pastikan kita siap secara fisik dan pikiran dalam berhadapan dengan anak. Anak membutuhkan orang tua dan guru yang sepenuhnya memperhatikan dan mendampingi mereka dalam beraktivitas. Secara naluri, anak akan merasa tidak nyaman bila orang dewasa yang berinteraksi dengan mereka tidak sepenuhnya memusatkan perhatian pada aktivitas yang sedang berlangsung. Akibatnya anak menjadi lebih bertingkah agar makin diperhatikan atau merasa tidak nyaman dan meninggalkan interaksi yang sedang dilakukan.
Cara yang dapat dilakukan orang dewasa untuk dapat melayani anak dengan baik adalah dengan tidak melakukan aktivitas lain selama berinteraksi dengan anak. Misalnya, letakkan dulu ponsel Anda ketika anak mengajak berbicara atau Anda sedang membantu anak melakukan aktivitasnya. Berhenti sejenak ketika mengerjakan aktivitas kita dan anak sedang membutuhkan bantuan juga merupakan usaha untuk dapat melayani kebutuhan anak.
3. Anak Memiliki Kesempatan untuk Merasakan Keberhasilan-Keberhasilan Kecil
Salah satu unsur dari percaya diri (self-confidence) adalah perasaan berhasil melakukan suatu aktivitas/pekerjaan. Apalagi pada anak yang sedang dalam tahapan menguasai banyak keterampilan dan berproses untuk mandiri. Bagi orang dewasa, mungkin yang dilakukan oleh anak adalah hal kecil dan sepele, namun sebaliknya bagi anak bisa jadi hal itu merupakan pencapaian besar yang pernah ia rasakan.
Membuka dan memakai cepatu misalnya. Berikan kesempatan anak untuk melakukannya sendiri dan berikan pujian dengan mengatakan, "Wah, kamu berhasil memakai cepatu sendiri!" sambil mengacungkan jempol atau menepuk lembut bahunya sebagai tanda bahwa ia berhasil.
4. Anak Didorong Untuk Mengembangkan Kelebihan-Kelebihannya
Fokus pada kemampuan yang sudah dikuasai oleh anak untuk menjadi pijakan dalam menguasai keterampilan-keterampilan lainnya. Kita sebagai orang dewasa tidak disarankan untuk menekankan pada ketidakmampuan atau kekurangan anak dalam melakukan suatu aktivitas. Sebaliknya, kita perlu memusatkan perhatian pada kelebihan yang dimiliki anak sehingga rasa percaya diri anak akan meningkat.Â
Dengan landasan kepercayaan diri yang baik, anak akan lebih mudah untuk mencapai prestasi. Setelahnya, anak akan dengan sendirinya berusaha melatih kemampuannya agar ia mendapatkan perasaan berhasil yang ia anggap menyenangkan. Anak yang percaya diri dalam menggambar, akan semangat untuk berlatih menggambar.Â
Hal ini memberikan manfaat yang besar karena anak akan terbiasa menuangkan imajinasinya dalam bentuk coretan dan tarikan garis. Selain itu, hal ini bermanfaat dalam memperkuat jari-jari tangan anak dan melatih gerakan motorik halusnya. Aktivitas ini tentu akan membantu ketika nantinya anak menarik garis untuk membuat huruf dan angka.
5. Ajak Anak Menerima Kekurangan-Kekurangannya
Tidak ada orang dewasa yang sempurna, apalagi anak yang masih dalam proses perkembangan. Dengan demikian, pendidik (guru dan orang tua) sebagai orang dewasa perlu meyakinkan anak untuk tetap bersemangat belajar dan terus berlatih. Orang dewasa perlu menjelaskan secara bijak bahwa kekurangan yang mungkin  dimiliki anak saat ini bukanlah masalah besar, tetapi kekurangan ini perlu dijadikan kesempatan untuk terus belajar. Contohnya, ketika anak mengalami kesulitan untuk
dapat melompat karena berat badannya di atas rata-rata anak sebayanya, orang dewasa dapat mengatakan bahwa memang sulit untuk dapat melompat tinggi. Tidak usah mengatakan bahwa anak gendut atau berat untuk melompat. Bila anak menunjukkankegagalan karena ketidakmampuannya, orang dewasa dapat mengatakan, "tidak apa, kamu bisa berlatih lagi dengan cara ... (tunjukkan caranya)."
6. Beri Dukungan Bila Anak Berbeda dari Teman-temannya
Setiap orang adalah unik. Juga anak-anak. Pasti ada tampilan fisik yang khas atau kemampuan yang dapat atau tidak dapat dilakukan, misalnya. Orang dewasa dapat membantu anak untuk bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada pada dirinya dan teman-temannya. Berbeda itu biasa, suatu pemahaman yang penting dimiliki oleh anak. Bahwa dengan perbedaan dan keunikan yang dimiliki, maka hidup dan pertemanan menjadi beraneka ragamnya.
Bantu anak untuk dapat memiliki kesadaran akan kelebihan dan kekurangannya, namun lebih tekankan pada kelebihan yang dimiliki. Katakan, "Tidak apa-apa Ade tidak dapat menggambar dengan baik seperti teman-temannya, tapi kan Ade bisa melompat dengan tinggi". Ajak anak untuk mensyukuri semua yang dimiliki baik itu positif maupun negatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H