Sejenak kita mengarahkan mata hati ke pedalaman, ke kampung-kampung terpencil. Di sana, adakah anak-anak OAP sudah mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar yang memadai? Apakah di sana ada sekolah dasar dan guru yang mengajar? Apakah di sana ada Puskesmas Pembantu (Pustu) dan perawat?
Bagaimana dengan ekonomi keluarga-keluarga OAP? Mengapa puluhan tahun, kita tidak bisa mengkaderkan, melatih dan mendampingi OAP untuk membuka kios, toko dan usaha produktif lainnya? Apakah ada petugas pertanian, peternakan dan perikanan yang mendampingi OAP di kampung-kampung?
Rumah tempat tinggal OAP di kampung-kampung kondisinya bagaimana? Apakah ada air bersih untuk minum, mandi dan mencuci? Apakah pola makan dan asupan gizi sudah memadai?
Hati Tulus-Bersih Melayani Papua
Apa pun rencana, program kerja, strategi dan kiat-kiat yang jitu sekalipun, tanpa pemimpin yang jujur, sederhana dan rendah hati, maka Papua akan tetap berada di dalam penderitaannya!
Saat ini, Papua membutuhkan pemimpin yang jujur, sederhana dan rendah hati. Papua membutuhkan pemimpin yang terbuka dan berjiwa melayani dengan tulus ikhlas.
Kita telah hidup di era Otsus selama 23 tahun (2001-2024). Kita telah mengalami begitu banyak uang mengalir ke Papua, tetapi uang-uang itu tidak membuat OAP menjadi lebih baik di dalam rumahnya sendiri, rumah Papua. Karena itu, kita membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan tangguh supaya bisa mengelola rumah besar Papua ini.
Siapakah pemimpin yang tangguh itu? OAP sendiri harus melahirkan pemimpin-pemimpin itu. Orang dari luar, sebaik dan sepintar apa pun tidak akan mampu membawa OAP keluar dari penderitaannya.
OAP sendiri harus berjuang membawa bangsanya keluar dari setiap medan yang sulit, penuh onak dan duri, bahkan harus melintasi badai samudera sekalipun!
Kunci untuk membuka kegelapan Papua terletak pada pemimpin Papua. Syarat untuk dapat memimpin Papua hanya ada dua, yaitu 1) takut akan Tuhan; 2) hati pelayan.
Kedua hikmat inilah yang menjadi dasar untuk membawa Papua melintasi samudera menuju dermaga mandiri dan sejahtera di dalam rumah sendiri, rumah Papua. [Perpustakaan Merauke, 4 Juli 2024; 14:14 WIT].