Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lapar dan Haus

6 Oktober 2022   06:17 Diperbarui: 6 Oktober 2022   06:29 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melintasi laut, sungai, rimba, bukit dan gunung

Merasakan lapar, haus dan letih

Berjuang mencari makanan dan minuman

Menguatkan tubuh dan jiwa agar mencapai tujuan akhir ziarah

Lapar apa?

Sehari tiga kali makan

Belum lagi snack, cemilan

Mengapa selalu rasa lapar?

Tubuh perlu makanan

Tubuh perlu asupan gizi

Makanan memasuki tubuh

Makanan menentukan tubuh sehat atau sakit

Haus apa?

Tubuh perlu air berliter-liter setiap hari

Jenis air apa yang masuk ke dalam tubuh?

Air menentukan tubuh sehat atau sakit

Apakah tubuh sekedar haus makanan dan minuman?

Apakah hidup sekedar mengenyangkan tubuh?

Apakah hidup sekedar memenuhi kebutuhan tubuh fisik?

Bagaimana kelak tatkala tubuh rapuh?

Jiwa pun lapar dan haus

Sehari, berapa kali jiwa menyantap santapan rohani?

Apa makanan bagi jiwa?

Apa minuman bagi jiwa?

Inilah menu santapan jiwa:

Santapan jiwa adalah kasih

Santapan jiwa adalah pengampunan

Santapan jiwa adalah rendah hati dan sederhana

Kasih memberi tanpa mengingatnya

Pengampunan melupakan segala kerapuhan sesama

Rendah hati tak memikirkan diri sendiri

Sederhana tak menjadikan tubuh etalase toko

Memberi makan tubuh dan jiwa

Memberi minum tubuh dan jiwa

Tubuh dan jiwa tak terpisahkan

Bertumbuh bersama di jalan ziarah

Tetapi, kenyataannya seperti ini:

Mengapa ada banyak waktu untuk tubuh fisik, dengan makanan, minuman dan segala kemewahannya, tetapi hampir tak ada waktu untuk jiwa walaupun sedetik?

Mengapa terlambat makan perut terasa lapar, tetapi tatkala berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun jiwa tak mengecap sedikit pun santapan rohani, tetapi tidak pernah rasa lapar dan haus?

Mengapa di jalan ziarah ini lebih banyak waktu habis mengurusi tubuh fisik ketimbang jiwa rohani ini?

Bagaimana memelihara keseimbangan santapan tubuh dan jiwa?

Sadarlah akan hal ini!

Tubuh fisik tak kekal abadi di dunia ini

Tubuh fisik sekedar jasad kaku tatkala jiwa tak lagi tinggal di dalamnya

Jiwa kekal abadi

Jiwa kembali ke Sang Pencipta, rumah asalnya!

Tanggalkanlah sikap rakus sekedar menyenangkan tubuh fana

Membebaskan diri dari ikatan dunia dan segala tawaran nikmatnya

Haus dan laparlah akan santapan jiwa rohani

Bekal mencapai hidup abadi bersama sang Ilahi

Abepura, 06 Oktober 2022; 08:04 WIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun