Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ke Mana Arah Gereja Papua?

5 Februari 2022   18:35 Diperbarui: 5 Februari 2022   18:39 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, karena tidak saling mengenal, acapkali kita mendengar, Pastor dan Pendeta suka bikin stigma, "umat/jemaat malas ke gereja, malas berdoa, dan berbagai stigma negatif lainnya!" Apabila Gembala dan domba sudah tinggal di dalam satu rumah Gereja, saling berjumpa dan saling berdiskusi, kita yakin bahwa jemaat akan lebih hidup. Gembala tidak akan banyak mengeluh lagi, melainkan memberikan motivasi kepada jemaatnya agar menjadi lebih hidup, bertumbuh dan berbuah lebat.

Apa pun alasannya, Gembala perlu hadir, ada dan menjadi gembala yang baik! (bdk. Yohanes 10:1-18). Orang Papua tidak menuntut banyak. Sebagai pribadi yang telah menerima Yesus, Injil dan Gereja, mereka mengharapkan Gembala yang mau datang dan tinggal dengan mereka. Gembala yang mau mendengarkan penderitaan mereka dan menyuarakannya.

Para Gembala di tanah Papua, Uskup, Pastor dan Pendeta memiliki pendidikan teologi yang memadai. Hendaknya, ilmu dan pengetahuan tersebut, mengantar mereka menjadi Gembala yang baik bagi kawanan domba orang asli Papua. Gembala yang tidak lagi mengedepankan relasi fungsional, melainkan relasi persaudaraan. Gembala dan domba, tinggal di dalam satu rumah yaitu "rumah Gereja Papua!" Di sana, tidak ada lagi saling melupakan dan mengabaikan! Di dalam "rumah Gereja Papua" Gembala dan domba berjuang membebaskan Papua dari segala penderitaannya!

Gereja Papua, Solidaritas Untuk Manusia Bukan Gedung

Kita bertanya, "Saat ini, Gereja Papua sedang berpihak pada si(apa)? Kita menyaksikan di kota-kota di Papua sedang berlangsung perlombaan pembangunan gedung-gedung gereja, baik di kalangan jemaat Katolik maupun Protestan! Bukan hanya gedung gereja saja yang dibangun, tetapi juga pastoran dan aula pertemuan. Jemaat diminta mengumpulkan derma untuk pembangunan gedung-gedung tersebut.

Semasa hidup dan karya-Nya, Yesus tidak membangun gedung apa pun. Ia sungguh-sungguh memperhatikan manusia! Ia memberikan perhatian lebih serius pada orang-orang sakit, lapar dan tertindas! Itu pilihan sikap dan tindakan Yesus. Jauh berbeda dengan situasi saat ini. Para Gembala, baik Pastor maupun Pendeta lebih fokus membangun gedung-gedung mewah atas nama Tuhan Allah!

Pada saat kita mengikuti ibadah di gereja, Pastor dan Pendeta cenderung meminta umat mengumpulkan dana pembangunan gedung-gedung gereja, pastoran dan aula pertemuan. Kita jarang mendengarkan seruan mengumpulkan dana solidaritas untuk pendidikan dan kesehatan warga jemaat di kampung-kampung terpencil. Kita bisa menyaksikan dengan mata kita. Di kota-kota di tanah Papua berdiri gedung gereja, pastoran dan aula megah. Pada saat bersamaan, ketika kita mengarahkan pandangan ke pelosok Papua, jemaat orang Papua melarat, terkapar dan menderita.

Kita berdoa dan berharap agar para Gembala di tanah Papua memperhatikan manusia orang asli Papua. Sebab, Gereja melalui Pastor dan Pendeta membaptis manusia orang Papua menjadi warga Gereja. Pastor dan Pendeta tidak membaptis benda-benda mati. Mereka membaptis manusia orang Papua. Karena itu, Pastor dan Pendeta harus mengutamakan/fokus memperhatikan manusia orang Papua yang telah dibaptis itu!

Kita berbicara tentang manusia orang asli Papua. Kita mengarahkan hati dan pikiran pada pendidikan dan pembinaan. Saat ini, pendidikan sekolah dasar di kampung-kampung rusak berat bahkan tutup, tetapi Gembala memilih diam saja! Seakan-akan tugas Pastor dan Pendeta hanya memimpin ibadah pada hari Minggu! Padahal, Gembala semestinya terlibat di dalam seluruh pergumulan hidup jemaat termasuk di bidang pendidikan!

Kita juga melihat asrama-asrama milik Gereja, sebagai tempat persemaian generasi Papua ditutup dengan berbagai alasan biaya dan pemerintah daerah sudah bangun asrama. Kalau Gereja melalui para Gembalanya, bilang tidak ada biaya urus pendidikan untuk orang Papua, tetapi mengapa mereka bisa membangun gedung-gedung gereja mewah? Kita bertanya, "sebenarnya, Gereja Papua hadir untuk manusia orang asli Papua atau untuk gedung-gedung gereja?"

Apa pun alasannya, para Gembala, Uskup, Pastor, Pendeta harus memperhatikan manusia orang asli Papua! Hentikan kebiasaan membangun gedung-gedung mewah! Tuhan Yesus tidak membutuhkan gedung-gedung gereja mewah! Arahkan pandangan dan hati pada orang asli Papua. Perhatikan manusia orang asli Papua! Sebab, setiap pribadi orang asli Papua yang telah dibaptis wajib dirawat, diperhatikan, bukan sebaliknya ditelantarkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun