Selanjutnya adalah kesunyian
Rumah yang ramai akan menjadi sunyi dan sepi
Di tepi makam,
Suara tangis silih berganti bersama sejuta kata ratapan
Rencana-rencana belum terwujud
Janji-janji belum ditepati
Tubuh sudah terbaring kaku pada liang lahat!
Mengapa pergi secepat ini?
Mengapa pergi dengan cara ini?
Bagaimana hidup kami selanjutnya?
Siapa akan menopang kami?
Â
Tak ada jawaban dari liang lahat
'Jalan pulang' menyisakan tapak-tapak rindu pada sukma
Tatkala subuh menjemput, jiwa bertanya, 'bagaimana menyalakan api di tungku?'
Tatkala senja tiba, jiwa bertanya, 'siapa akan menemani saat melintasi malam gelap?'
Sukma membeku dalam sunyi
Tak ada jawaban menghibur
Selanjutnya adalah sendiri
Melintasi jalan sepi dan lengang
Menerjang badai dan gelobang samudra yang datang silih berganti
Berjuang menerima takdir hidup
Bangkit memulai hari-hari tanpa belahan jiwa
Menjadi sendiri seperti sediakala
Berjuang menjadi pribadi tangguh menghadapi kenyataan hidup
Menghibur jiwa dengan untaian doa dan pengharapan akan datangnya hari-hari baik
Selanjutnya adalah hari-hari baik
Dukacita berganti sukacita
Api di tungku kembali menyala
Malam gelap telah bercahaya terang
Jalan yang sepi lengang telah menjadi ramai
Rumah tak lagi sepi dan sunyi
Kaki yang lemah telah menjadi kuat
Lengan yang rapuh telah menjadi perkasa
Siapa dapat mengubah dukacita di tepi makam menjadi sukacita di dalam rumah yang telah kehilangan orang terbaik itu?
Diri sendiri bangkit,
Bersyukur dan meyakini kebangkitan badan dan kehidupan kekal
Perjumpaan  di keabadian adalah sebuah kepastian!
Sebab, hidup itu kekal abadi.
Nabire, 23 Juli 2021, 07.41 WIT
[doa penuh cinta untuk kita yang berdukacita karena kehilangan orang-orang hebat yang kita cintai.]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H