laut yang indah,
sedang teduh,
bersanding langit cerah
dan angin sepoi berembus,
menembus sukma
tak tampak mekar apa pun
tak ada bunga pada tepi pantai
kecuali sampah botol dan plastik
yang berserakan ditinggalkan pengunjung
mengarahkan pandangan ke ujung pulau,
hanya tampak awan bening
tak ada jawaban pada sejuta tanya yang terpendam pada sukma
tanya itu tentang mekar,
adakah bunga di Papua Selatan akan mekar?
mekar yang tak akan memberi aroma harum mewangi
mekar yang akan terempas badai dan gelombang tatkala fajar tiba,
lalu tenggelam ke dasar samudra
apakah benar ada bunga di taman Papua Selatan yang akan segera mekar?
kalau benar, siapa akan datang menikmati kuntum warna-warni itu?
apakah pemilik taman akan menikmatinya?
kenyataannya, taman itu tak berada dalam genggaman pemilik ulayat
hanya nama, tanpa kekuasaan atasnya
para ksatria berdiri gagah memamerkan daya  intelektualnya di mimbar-mimbar publik
para ksatria bersiaga di tepi taman bunga yang akan mekar,
menanti waktunya tiba dan memetiknya tanpa peduli kaumnya,
sebab, kaum proletar telah terbius oleh syair janji kesejahteraan semu yang dilantunkan para ksatria dari tepi taman-taman itu
pada tepi pantai
memandang ke laut lepas hanya melihat janji kosong  para ksatria di mimbar publik
"mekar, banyak uang, perpendek rentang kendali pelayanan!"
"Sekolah buka, puskemas buka, jalan bagus, rumah bagus, rakyat sejahtera!"
para ksatria membius kaum proletar dengan ilusi sejahtera
tanpa pikir bunga yang mekar akan terempas badai kepentingan politik sesaat
seketika jiwa mengembara ke Asmat, Boven Digoel dan Mappi
kabupaten pemekaran dua puluh tahun silam
menjadi lebih baik kah?
tidak!
pelayanan publik: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur dasar sangat buruk
korupsi merajalela
hanya satu yang tampak mencolok: pejabat dan kroninya hidup bergelimang harta dalam istana mewah bertembok tinggi
kaum proletar tetap merana dan menjerit
jiwa kembali memandang ke laut bebas
bertanya tanpa menemukan jawaban,
"Papua Selatan mekar untuk siapa?"
"Siapa punya kepentingan pemekaran Papua Selatan?"
angin datang membawa kabar buruk,
"mekar di Papua Selatan hanya membawa dampak buruk!"
rakyat jelata pemilik ulayat akan semakin tersingkir
hutan-hutan akan dibongkar atas nama pembangunan
orang pendatang akan berbondong-bondong memenuhi tanah datar di Papua Selatan
birokrasi pemerintahan dan swasta akan dikuasai kaum imigran
ekonomi pemilik ulayat akan tetap terkapar
pendidikan di kampung tidak akan menjadi lebih baik
hiv-aids akan tumbuh subur
militer mendominasi ruang publik
kaum proletar tak lagi memiliki ruang gerak yang bebas
kebebasan tersandra dan perlahan mati
apa yang orang Papua Selatan dapat dari mekar ini?
hanya ada dua: marginalisasi dan kematian!
di tepi pantai MAF, Nabire, 16 Juni 2021, pukul 13.00 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H