Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mekar di Selatan yang Mematikan

9 Juli 2021   19:14 Diperbarui: 9 Juli 2021   19:52 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

laut yang indah,

sedang teduh,

bersanding langit cerah

dan angin sepoi berembus,

menembus sukma

tak tampak mekar apa pun

tak ada bunga pada tepi pantai

kecuali sampah botol dan plastik

yang berserakan ditinggalkan pengunjung

mengarahkan pandangan ke ujung pulau,

hanya tampak awan bening

tak ada jawaban pada sejuta tanya yang terpendam pada sukma

tanya itu tentang mekar,

adakah bunga di Papua Selatan akan mekar?

mekar yang tak akan memberi aroma harum mewangi

mekar yang akan terempas badai dan gelombang tatkala fajar tiba,

lalu tenggelam ke dasar samudra

apakah benar ada bunga di taman Papua Selatan yang akan segera mekar?

kalau benar, siapa akan datang menikmati kuntum warna-warni itu?

apakah pemilik taman akan menikmatinya?

kenyataannya, taman itu tak berada dalam genggaman pemilik ulayat

hanya nama, tanpa kekuasaan atasnya

para ksatria berdiri gagah memamerkan daya  intelektualnya di mimbar-mimbar publik

para ksatria bersiaga di tepi taman bunga yang akan mekar,

menanti waktunya tiba dan memetiknya tanpa peduli kaumnya,

sebab, kaum proletar telah terbius oleh syair janji kesejahteraan semu yang dilantunkan para ksatria dari tepi taman-taman itu

pada tepi pantai

memandang ke laut lepas hanya melihat janji kosong  para ksatria di mimbar publik

"mekar, banyak uang, perpendek rentang kendali pelayanan!"

"Sekolah buka, puskemas buka, jalan bagus, rumah bagus, rakyat sejahtera!"

para ksatria membius kaum proletar dengan ilusi sejahtera

tanpa pikir bunga yang mekar akan terempas badai kepentingan politik sesaat

seketika jiwa mengembara ke Asmat, Boven Digoel dan Mappi

kabupaten pemekaran dua puluh tahun silam

menjadi lebih baik kah?

tidak!

pelayanan publik: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur dasar sangat buruk

korupsi merajalela

hanya satu yang tampak mencolok: pejabat dan kroninya hidup bergelimang harta dalam istana mewah bertembok tinggi

kaum proletar tetap merana dan menjerit

jiwa kembali memandang ke laut bebas

bertanya tanpa menemukan jawaban,

"Papua Selatan mekar untuk siapa?"

"Siapa punya kepentingan pemekaran Papua Selatan?"

angin datang membawa kabar buruk,

"mekar di Papua Selatan hanya membawa dampak buruk!"

rakyat jelata pemilik ulayat akan semakin tersingkir

hutan-hutan akan dibongkar atas nama pembangunan

orang pendatang akan berbondong-bondong memenuhi tanah datar di Papua Selatan

birokrasi pemerintahan dan swasta akan dikuasai kaum imigran

ekonomi pemilik ulayat akan tetap terkapar

pendidikan di kampung tidak akan menjadi lebih baik

hiv-aids akan tumbuh subur

militer mendominasi ruang publik

kaum proletar tak lagi memiliki ruang gerak yang bebas

kebebasan tersandra dan perlahan mati

apa yang orang Papua Selatan dapat dari mekar ini?

hanya ada dua: marginalisasi dan kematian!

di tepi pantai MAF, Nabire, 16 Juni 2021, pukul 13.00 WIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun