Aku berdiri di muka pintu
Lampu warna-warni berkedip dalam remang-remang malam
Lantunan musik berdentum keras tak berkesudahan hingga menjelang subuh
Segala aroma berseliweran mengiringi keluar masuk insan yang mencari nikmat pada dunia malam
Aku berdiri di muka pintu
Pada meja oval berkaki satu wajah-wajah mungil bermanja-manja dalam peluk hambar
Meneguk tetes penghangat tubuh demi membangkitkan hasrat bersuka
Merebahkan tubuh pada pangkuan berbeda di setiap detik waktu
Aku berdiri di muka pintu
Menatap wajah-wajah kosong dalam balutan bedak, lipstik dan gaun seksi
Meliuk kian kemari memanjakan mata dan hasrat pencari nikmat
Melayani dalam senyum dan pelukan hambar tanpa rasa memiliki
Aku berdiri di muka pintu
Menatap gadis pujaanku
Berjuta tangan menyentuh lekuk tubuhnya pada beribu-ribu malam
Tubuh mungil dalam dekapan para pencari nikmat
Aku berdiri di muka pintu
Mengarahkan pandangan ke meja oval berkaki satu
Samar-samar mata saling beradu pandang
Dua jiwa larut dalam satu rasa
Siapakah aku?
Siapakah dia?
Di seorang pramuria
Tatapan sendu mengalirkan sengatan listrik yang dahsyat
Sukma mendidih mencairkan jiwa yang beku oleh hasrat nikmat sesaat
Meja oval berkaki satu patah terkulai seakan tanpa sebab
Berdiri menuju pintu datangnya sorot mata menggetarkan itu
Kami bangkit dan keluar!
Aku berhenti berdiri di muka pintu
Dia berhenti duduk di meja oval berkaki satu
Kami melangkah ke alam bebas
Di bawah kaki gunung dalam dekap mata air jernih dan rindang pohon kopi
Mengawali hari dengan penuh syukur kepada sang khalik langit dan bumi
Membawa hamba-hamba rapuh pada jalan terang demi selamat
Tak menghakimi melainkan memeluk penuh hangat
Aku tak lagi berdiri di muka pintu itu
Tak lagi membaui sejuta aroma amis keringat dan parfum
Tak lagi memandang sorot lampung berwarna-warni
Tak lagi melihat berpasang-pasang manusia berjibaku dalam hasrat nikmat sesaat
Dia tak lagi datang ke ruang penuh lampu warna-warni dan dentum musik itu
Tak lagi menemani peziarah yang haus hiburan duniawi
Tak lagi  berada dalam dekapan lelaki pencari nikmat
Tak lagi berada dalam dunia kelabu penuh gejolak batin
Aku dan dia telah menapaki hidup baru
Berjuang menerima kenyataan pada masa silam
Memulai hidup bersama tanpa saling mengungkit masa lalu
Memeluk kerapuhan masing-masing dalam sikap saling mengampuni
Kami hidup bersama pada gubuk tua di kaki gunung berhawa dingin
Memandang hamparan pegunungan hijau bertabur kilauan mentari pagi
Berteduh pada pohon-pohon kopi yang rimbun tatkala terik menyengat
Saling memeluk erat pada malam dingin di gubuk tua kaki gunung ini
Nabire, 17 Mei 2021; 09.00 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H