Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Domba Menggugat Gembala, Kisah dari Papua Selatan

26 Maret 2021   05:40 Diperbarui: 26 Maret 2021   06:00 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu anggota kelompok

Paling krusial, bahwa orang asli Papua hidup dalam kesatuan mereka dengan alam. Kalau hutan alam, dusun, tempat sakral sudah musnah, maka orang asli Papua, yang tersisa sedikit ini sedang hidup, tetapi sebenarnya mati. Dasar pijak dan akar bertumbuh yaitu hutan dusun dan tempat keramat sudah musnah. Kalau hutan-hutan alam, dusun, tempat keramat di tanah Papua dihancurkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan Gereja Katolik ikut bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan tersebut, maka bagaimana dengan masa depan orang asli Papua yang adalah warga Gereja Kristus?

Apabila Uskup Keuskupan Agung Merauke, Mgr. P.C Mandagi MSC benar-benar peduli pada masyarakat pemilik ulayat yang hutan dusunnya dikuasai oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Tunas Sawa Erma dan perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya, maka Uskup bisa memanggil perusahaan-perusahaan itu dan berdiskusi dengan pemilik ulayat terkait pengelolaan dana CSR dan dana pemberdayaan untuk pengembangan pendidikan, kesehatan dan ekonomi warga pemilik ulayat yang terdampak kehadiran perusahaan perkebunan sawit itu. Dengan demikian, pemilik ulayat mendapatkan perhatian dan kompenisasi yang setimpal atas hak-hak mereka.

Kita melihat bahwa MoU pengelolaan dana CSR antara Keuskupan Agung Merauke dan PT Tunas Sawa Erma telah menimbulkan polemik dan ketidakpercayaan kawanan domba terhadap Gembalanya. Kita melihat Gembala masih tetap pada pendiriannya. Ada kesan Uskup Agung Merauke, Mgr. P.C Mandagi MSC tidak mau peduli dengan suara-suara penolakan MoU itu. Sikap Uskup Mandagi semacam ini menimbulkan ketidakpercayaan kawanan domba terhadap karya penggembalaannya di Keuskupan Agung Merauke dan tanah Papua secara umum.

Untuk mengurai polemik ini, Gembala perlu mendengarkan kawanan domba. Sebab, seorang Gembala hadir untuk domba-dombanya. Kita merenung sejenak, Uskup datang ke Papua untuk siapa? Bukankah Uskup untuk kawanan domba orang Papua? Kita prihatin menyaksikan Gembala dan kawanan domba berjumpa di media massa, media sosial dan di halaman Gereja sejak bulan Januari 2021 sampai saat ini lantaran MoU ini.

Kini waktunya bagi kedua belapihak, Gembala dan domba bertemu di ruang dialog dan saling bercakap-cakap satu sama lain. Secara khusus, Uskup Agung Merauke, Mgr. P.C Mandagi MSC sebagai orang tua sekaligus Uskup Agung di tanah Papua perlu memanggil dan memeluk anak-anaknya yang menolak MoU yang dilakukannya bersama PT Tunas Sawa Erma. Di dalam ruang terbuka, sebagai Bapa dan anak, saling bertemu dan mengungkapkan pendapatnya masing-masing dan bersama-sama mencari jalan penyelesaian secara bermartabat. [Nabire, 25/03/2021; pukul 20.30 WIT_Hari Raya Kabar Sukacita].

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun