Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Domba Menggugat Gembala, Kisah dari Papua Selatan

26 Maret 2021   05:40 Diperbarui: 26 Maret 2021   06:00 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu anggota kelompok

Sejenak menoleh ke belakang. Kita mengetahui bahwa Mgr. P.C. Mandagi MSC menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke menggantikan almarhum Mgr. John Philip Saklil, yang wafat pada Sabtu, (3/08/2019). Pada hari pemakamannya, Rabu, (07/08/2019), Ketua KWI, Mgr. Ignatius Suharyo mengumumkan bahwa Vatikan menunjuk Mgr. P.C Mandagi sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke. Kemudian, pada Rabu, (11/11/2020) Vatikan mengumumkan pengangkatan Mgr. P. Mandagi sebagai Uskup Keuskupan Agung Merauke.

Kita menyimak bahwa MoU tersebut ditandatangani pada 28 September 2020 pada saat Uskup Mandagi masih berstatus sebagai Uskup Keuskupan Amboina dan Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke. Keputusan yang menanggung banyak risiko.  Sebab, di tengah perjuangan orang Papua melindungi hak-hak dasarnya, termasuk hak ulayat dari gempuran perusahaan perkebunan kelapa sawit, justru seorang Uskup Agung melakukaan MoU dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang selama ini menyengsarakan pemilik ulayat di Jair.

Pada hari Minggu, (04/01/2021), pada Pesta Penampakan Tuhan, Mgr. P.C Mandagi MSC memimpin Misa syukur atas pengangkatannya sebagai Uskup Agung Merauke. Puluhan Pastor menghadiri Misa tersebut. Hadir pula pejabat pemeritah daerah kabupaten Merauke dan pemerintah Provinsi Papua pada acara tersebut. Segenap umat Katolik di Keuskupan Agung Merauke, tetapi juga di seluruh tanah Papua bersyukur atas kehadiran Mgr. Mandagi yang dikenal sebagai pribadi yang kritis dan lantang bersuara membela hak-hak kaum terpinggirkan.

Aroma tak sedap menguap tatkala pada keesokan harinya, Senin, (05/01/2021), Uskup Agung Merauke, Mgr. P.C Mandagi dan pimpinan PT Tunas Sawa Erma, Jimmy Senduk melakukan serah terima dana CSR sebagaimana yang disepakati dalam MoU tersebut. Seketika langit Papua seakan runtuh. Seorang Uskup Agung, ditemani Direktur SKP Keuskupan Agung Merauke, menerima dana miliaran rupiah dari perusahaan perkebunan kelapa sawait yang selama puluhan tahun telah merusak hutan hujan alam dan menyengsarakan pemilik ulayat, yang adalah umat Katolik di Jair, Boven Digoel.

Aksi Penolakan MoU Keuskupan Agung Merauke dan PT Tunas Sawa Erma

img-20210228-wa0042-605d0eb68ede485486650e49.jpg
img-20210228-wa0042-605d0eb68ede485486650e49.jpg
Beberapa media lokal Papua menyoroti kebijakan Uskup Mandagi menandatangani MoU dengan PT Tunas Sawa Erma. Pada 18 Januari 2021, Media Suara Papua.com menerbitkan pernyataan salah satu aktivis di Merauke Agustinus Mahuze. Dia bilang, "Saya sangat kecewa dengan keputusan Keuskupan Agung Merauke mendukung investor itu. Kami selama ini menganggap Keuskupan Agung Merauke turut menetang investasi yang sangat merugikan masyarakat adat, tetapi ternyata harus takluk dari perusahaan kelapa sawit."

Di Jair, kabupaten Boven Digoel, lokasi konsesi perkebunan kelapa sawit milik Korindo Grup, warga melakukan penolakan terhadap MoU tersebut. Pada 31 Januari 2021, Petrus Kinggo, dkk melakukan pertemuan dengan Direktur SKP Keuskupan Agung Merauke di Asiki. Pada pertemuan tersebut, perwakilan masyarakat pemilik ulayat di Jair, yang adalah kawanan domba Allah, umat Katolik bertanya, "Apa niat dari Korindo memberikan bantuan dan kerjasama?" Terhadap pertanyaan tersebut, Pastor Anselmus Amo MSC tidak memberikan jawaban. Ia mendengarkan pertanyaan tersebut dan akan meneruskan kepada Uskup Mandagi.

Sebagaimana laporan tim dari Jair, Petrus Kinggo yang adalah Ketua Dewan Stasi Santo Timotius Kali Kao menulis pesan WA kepada Pastor Anselmus Amo sebagai berikut, "Direktur SKP KAME, Pastor Anselmus Amo MSC bersama Petrus Canisius Mandagi MSC Keuskupan Agung Merauke lebih senang membuat MoU dengan PT Tunas Sawa Erma Korindo Grup, kami masyarakat menuntut Korindo tidak merampas hak masyarakat dengan cara apa pun, kami minta keadilan. Direktur SKP KAME, Pastor Anselmus Amo MSC bersama Petrus Canisius Mandagi MSC Keuskupan Agung Merauke yang belum lama bertugas sebagai Bapak pengembala yang baik, lebih senang membuat MoU dengan PT Tunas Sawa Erma, Korindo Grup yang merusak lingkungan."

Tidak hanya sampai di situ. Pada pertengahan bulan Februari 2021, masyarakat adat pemilik ulayat di Jair, khususnya umat Katolik stasi Santo Timotius, paroki Saverius Asiki, menulis surat yang ditujukan kepada Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC. Surat tersebut berisi lima  tuntutan.   Pertama, meminta Uskup Mandagi membatalkan MoU. Kedua, Keuskupan stop bekerjasama dengan Korindo Grup yang telah merusak tanah ulayat masyarakat adat. Ketiga, PT Tunas Sawa Erma, anak perusahaan Korindo Grup tidak lagi merampas tanah ulayat masyarakat adat di Jair. Keempat, Korindo grup sudah 29 tahun beroperasi dan masyarakat adat tidak mengalami kesejahteraan. Kelima, Pastor Anselmus Amo jangan mengastanamakan pemilik ulayat di Jair. Surat tersebut ditandatangani oleh ketua dewan stasi Santo Timotius, Kali Kao, Petrus Kinggo disertai dengan cap stasi Santo Timotius Kali Kao, paroki Saverius Asiki.

Pada tanggal 8 Maret 2021, pemilik tanah adat Wambon Kenemopte dan Auyu, Jair menulis surat kepada Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC. Surat tersebut terdiri atas tiga poin yaitu, pertama, mendesak Korindo Grup tidak merampas tanah adat suku Wambon Kenemopte dan Auyu, Jair. Kedua, kehadiran Korindo grup telah merampas hutan, tanah adat dan merusak lingkungan. Ketiga, meminta Uskup Mandagi membatalkan MoU dengan PT Tunas Sawa Erma. Surat tersebut ditandatangani oleh delapan orang perwakilan masyarakat.

Di Keuskupan Jayapura, aksi penolakan MoU Keuskupan Agung Merauke dan PT Tunas Sawa Erma dikoordinir oleh kelompok, "Satu Suara Awam Katolik Papua." Pada tanggal 25 Maret 2021, bertempat di Gua Maria Fajar Timur, koordinator kelompok "Satu Suara Awam Katolik Papua," secara terbuka menolak MoU. Tindak lanjut atas pernyataan tersebut, dilakukan aksi diskusi di asramat Katolik Tauboria, Sabtu, (20/02/2021) dan di asrama mahasiswa Boven Digoel, Kamis, (25/02/2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun