Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merefleksikan Kemanusiaan Kita dan Rasisme terhadap Orang Papua

8 Juni 2020   12:19 Diperbarui: 9 Juni 2020   08:01 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narasi rasisme terhadap orang Papua masih berlanjut. Demonstrasi menentang rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, pada Agustus 2019 menyebabkan mahasiswa dan aktivis Papua ditangkap, ditahan dan sedang menjalani proses persidangan. Ironisnya, para mahasiswa dan aktivis itu ditahan di Balik Papan, Kalimantan Timur. Mereka menjalani proses persidangan di sana. 

Di tempat pembuangan itu, datang kabar melukai hati orang Papua. Pada 3 Juni 2020, Buktar Tabuni dituntut Jaksa Penutut Umum (JPU) dengan hukuman penjara 17 tahun; sedangkan Irwanus Uropmabin dituntut 5 tahun penjara. Pada 5 Juni 2020, JPU menuntut Agus Kossay 15 tahun; Steven Itlay 15 tahun; Alex Gobay 10 tahun; Fery Kombo 10 tahun dan Hengky Hilapok 5 tahun penjara. 

Sedangkan para pelaku rasis di Surabaya, yang menyulut api demonstrasi menolak rasis di Papua hanya menjalani hukuman ringan, 7 bulan penjara. Kita menyaksikan bahwa proses hukum terhadap orang Papua pun bersifat rasis. Siapakah sebenarnya orang Papua itu?

Pikiran, perilaku dan tindakan rasis merupakan penyangkalan terhadap kodrat penciptaan manusia dan alam semesta. Perbuatan rasis melawan kemanusiaan kita sebagai makhluk berakal budi dan berhati nurani.

Hanya manusia yang otak dan hati nuraninya telah tertutup kabut tebal yang dapat melakukan tindakan rasis.

Manusia normal (waras) tidak akan melakukan perbuatan rasis, baik di dalam pikiran, hati maupun dalam tingkah laku hidupnya. Sebab, bertolak belakang dengan eksistensinya sebagai manusia bermartabat luhur.

Rasisme ditolak oleh manusia dan alam semesta karena merendahkan martabat pribadi manusia yang luhur dan mulia di hadapan sang Pencipta. Rasisme ditolak karena merupakan pembunuhan karakter pribadi manusia. Rasisme juga ditolak karena menyangkal kesetaraan martabat pribadi manusia. 

Segala bentuk pikiran, perilaku dan tindakan rasis bertentangan dengan kodrat penciptaan manusia, yang sama dan sederat di hadapan sang Pencipta.

Karena itu, menolak rasisme merupakan upaya mencegah keterpecahan manusia, sekaligus merangkul manusia supaya hidup sebagai Saudara sepenciptaan, tanpa saling merendahkan satu sama lain.

Kasus rasisme yang dialami oleh orang Papua telah mencabik-cabik kemanusiaan kita. Kita seperti sedang bercermin pada cermin yang telah hancur tidak beraturan.

Kita sedang melihat wajah kita yang terpecah dan terluka akibat sikap tamak, sombong, angkuh dan ingin menguasai sesama. Rasisme telah merusak wajah kita yang utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun