Apabila kita menggunakan "fenomena kayu hanyut" tampak bahwa kita baru menemukan sedikit penderita HIV-AIDS ketimbang yang belum ditemukan. Dalam situasi seperti ini, setiap orang di Asmat sangat berpotensi tertular HIV-AIDS, apabila tidak menjaga diri dengan baik.Â
Apabila perilaku seks bebas tidak dikendalikan, maka masa depan orang Asmat berada dalam ancaman serius. Sebab, virus mematikan ini bisa menyerang siapa saja yang berperilaku seks tidak aman. Artinya, kalau orang melakukan seks bebas (berganti-ganti pasangan) tanpa menggunakan kondom, maka sangat berisiko tertular virus mematikan ini.
"Fenomena kayu hanyut" HIV-AIDS di Asmat tidak berdiri sebagai faktor tunggal. Penyebaran HIV-AIDS sangat erat kaitannya dengan perilaku mengonsumsi minuman keras (Miras).
Sebagaimana kisah seorang pemuda pada awal tulisan ini, ia mengonsumsi Miras. Setelah mabuk, ia pergi ke warung prostitusi. Ia pergi dalam kondisi setengah sadar. Ia tidak mau menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks. Narasi semacam inilah yang membuat HIV-AIDS di Asmat meningkat drastis.
Di Asmat sudah ada Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang "Larangan Peredaran Miras dan Penggunaan Minuman Beralkohol," tetapi tidak diindahkan. Miras masih merajalela di Asmat. Seorang aktivis di Sawa Erma berkata, "waktu Natal, anak-anak muda di Sawa ada yang konsumsi minuman keras sampai mabuk," tuturnya. Ia menambahkan bahwa anak-anak muda di kampung mulai mengonsumsi Miras, padahal sebelumnya mereka tidak pernah mengonsumsi Miras.
Prostitusi dan Miras di Asmat bagaikan sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya telah melahirkan HIV-AIDS yang mematikan di Asmat. Siapa bertanggung jawab atas situasi sosial semacam ini? Siapa (mau) peduli terhadap maraknya prostitusi dan Miras di Asmat? Apabila para pihak diam, kita akan mengalami badai kematian mengerikan di Asmat. Orang Asmat akan mati lebih cepat karena Miras dan HIV-AIDS.
***
Tua Adat Benteng Pelindung Orang AsmatÂ
Menyikapi kondisi HIV-AIDS di Asmat, aktivis senior HIV-AIDS, dokter Gunawan Ingkosusumo mengatakan bahwa seluruh upaya penanggulangan HIV-AIDS di Asmat harus melibatkan orang adat Asmat.Â
Dalam percakapan dengan penulis melalui WA, ia  menulis, "Yang penting kesadaran suku Asmat sendiri. Bagaimana mereka melihat dunia sekitarnya? Pemahaman dan tujuan hidup. Persepsi secara adat." Ia menyarankan agar dilakukan FGD dengan pertanyaan terkait persepsi tentang penyakit HIV dan tujuan hidupnya.
Kini, orang Asmat seperti berjalan dalam badai dan gelombang. Berbagai tantangan sedang datang menghadang. Pusaran arus laut Arafura atau muara Bokap sedang menghantam perahu orang Asmat tidak berkesudahan.