Berdasarkan data yang tertera di papan data siswa, SD Inpres Beco memiliki 104 siswa. "Di papan informasi ini memang ada 104 siswa, tetapi kalau di Dapodik, hanya sekitar 70-an siswa. Sebagian siswa belum bisa masuk Dapodik karena data belum lengkap," tutur guru Yohanes yang sekaligus mengurus Dapodik SD Inpres Beco. Â Â
Sejak pergantian kepala sekolah pada tahun 2015, SD Inpres Beco terlantar. Kepala sekolah, Edoardus Yemu tinggal di Ayam. Dia jarang datang ke Beco. Ketidakhadiran kepala sekolah membuat para guru lainnya pun tidak tinggal di Beco untuk mendidik anak-anak.
Meskipun kepala sekolah dan para guru tidak hadir di kampung Beco dan mengajar anak-anak, mereka tetap menerima gaji. Laporan aktivitas belajar mengajar sangat bagus.Â
Semua guru menandatangani daftar hadir supaya gaji dan beban kerja dibayarkan oleh Dinas Pendidikan. Padahal, mereka tidak tinggal di kampung Beco untuk mengajar anak-anak.
Demikian halnya, SD Inpres Beco menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tetapi, tampak bahwa di sekolah tidak ada perbaikan (rehab) apa pun. Selama ini, dana BOS dipakai untuk apa?Â
Mengapa sekolah jarang buka, dana BOS cair, laporan pertanggungjawaban dana BOS sangat bagus, tetapi di sekolah tidak ada perbaikan apa pun selain dinding depan sekolah yang dicat?
Catatan Kritis
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan perkembangan sekolah. Kalau kepala sekolah tinggal di kampung Beco, sekolah pasti hidup. Para guru akan tinggal di Beco dan mendidik anak-anak. Tetapi, kalau kepala sekolah bersikap malas tahu dan tidak peduli, maka para guru lainnya pun bersikap sama.
Belakangan, di Papua sedang menjadi diskusi hangat di kalangan para aktivis yaitu "orang Papua baku makan." Artinya, orang Papua yang menjadi pemimpin, tetapi tidak peduli pada sesamanya orang Papua. Kondisi ini terjadi juga di SD Inpres Beco.Â
Kepala sekolah, Eduardus Yemu,orang asli Papua, tetap tidak memberikan perhatian serius pada pendidikan generasinya, anak-anak Asmat di Beco.