Ada tiga rumah guru. Kondisi rumah guru mulai lapuk termakan usia. Ketiga rumah guru tersebut ditempati, Isak, Yosep Oneipi dan dua guru perempuan, Maria Y. Serin dan K. Tinglity. Kepala sekolah, Rafael tinggal di rumah pribadinya.
Tentang peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan tata kelola sekolah dasar, LANDASAN Papua telah memberikan pelatihan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada 14-16 Mei 2018.Â
LANDASAN juga memberikan pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada 18-22 Mei 2018. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di SD Inpres Atsj. Narasumber dalam kegiatan tersebut adalah John Rahail, Tuning, Sutiyono, Suharto dan Veronika Indiastuti.
Pelatihan SPM dan MBS yang digelar LANDASAN tersebut melibatkan kepala kampung Sogoni, ketua Bamuskam kampung Sogoni, kepala SD Inpres Sogoni, Rafael Bew dan Ibu Maria Y. Serin. Tetapi, setelah pelatihan tersebut tidak ada perbaikan apa pun di SD Inpres Sogoni, karena kepala sekolah jarang tinggal di kampung Sogoni.
Koordinator LANDASAN Distrik Atsj, Marthen Laritembun (Theis) sempat memberikan pendampingan, tetapi tidak ada perbaikan apa pun karena kepala sekolah jarang tinggal di Sogoni. Demikian halnya, koordinator LANDASAN yang baru, Agustinus Monsa (Gusty) pernah ke SD Inpres Sogoni, tetapi tidak ada kepala sekolah dan guru.
Kondisi tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa kepala sekolah memiliki peran sentral dalam perbaikan tata kelola sekolah. Apabila kepala sekolah aktif, maka sekolah akan berbenah diri pasca mengikuti pelatihan. Tetapi, apabila kepala sekolah tidak aktif dan jarang tinggal di kampung, maka sekolah akan terbengkalai.Â
Dampaknya, anak-anak tidak bisa belajar lantaran tidak ada guru dan sekolah pun tidak tertata dengan baik. Karena itu, Dinas Pendidikan kabupaten Asmat harus menempatkan kepala sekolah yang mau tinggal di kampung dan mendidik anak-anak Asmat.
Catatan Kritis
Kondisi anak-anak SD Inpres Sogoni yang terlantar karena tidak ada guru yang betah tinggal di kampung dan mengajar merupakan serpihan kisah pilu pendidikan dasar di Asmat dan Papua lainnya.Â
Anak-anak asli Papua tidak bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas karena guru tidak betah tinggal  di kampung. Ada rupa-rupa alasan terlontar, mulai dari tidak ada rumah guru, sulit transportasi, tidak ada makanan dan lain-lain.